Di antara rahmat Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah mengutus
para rasul untuk menyerukan dakwah ilallâh. Setiap kali seorang nabi
wafat, maka akan diutus nabi berikutnya sampai kemudian kenabian
berakhir pada Rasulullah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah SWT berfirman: Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum
kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada sesembahan
(yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah aku” (QS. al-Anbiyâ')
Allah SWT telah menentukan nabi terakhir dan menjatuhkan pilihan-Nya
pada Muhammad bin 'Abdillâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
mendapatkan berbagai keistimewaan dari Allah Azza wa Jalla yang tidak
dimiliki oleh orang lain, sebagaimana umat Islam juga memiliki
keistimewaan yang tidak ada pada agama sebelumnya.
Dalam Shahîh Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dan sesungguhnya Allah memilih Kinânah dari anak keturunan Ismâîl,
mememilih suku Quraisy dari bangsa Kinânah, memilih bani Hâsyim dari
suku Quraisy, memilih diriku dari bani Hâsyim. (HR Muslim)
Melalui hadits yang mulia ini, dapat diketahui bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pokok dari seluruh intisari
kebaikan melalui tinjauan kemuliaan nasab, sebagaimana pada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga terdapat pokok dari intisari-intisari
keutamaan dan ketinggian derajat di sisi Allah Azza wa Jalla.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya menggapai
kesempurnaan ruhani tapi juga ragawi. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallamadalah orang yang paling indah penampilan fisiknya dan paling
sempurna kepribadiannya. Kesempurnaan dan keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh insan lainnya.
Namun memang umat Islam saat ini tidak bisa melihat wajah Nabi Muhammad
yang telah wafat 14 abad yang lalu itu. Dan dibawah ini adalah
penjelasan Kenapa Wajah Rasulullah Tidak Boleh Dilukis atau Digambar?
Saat Nabi Muhammad SAW hidup, tidak ada seorang pun yang pernah melukis
wajahnya, dan juga kamera foto belum lagi ditemukan. Jadi itulah
sebenarnya duduk masalahnya. Dan dengan masalah itu sebenarnya kita
harus bangga.
Sebab keharaman menggambar wajah nabi SAW justru merupakan bukti otentik
betapa Islam sangat menjaga ashalah (originalitas) sumber ajarannya.
Larangan melukis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait
dengan keharusan menjaga kemurnian ‘aqidah kaum muslimin.
Sebagaimana sejarah permulaan timbulnya paganisme atau penyembahan
kepada berhala adalah dibuatnya lukisan orang-orang sholih, yaitu Wadd,
Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr oleh kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Memang
pada awal kejadian, lukisan tersebut hanya sekedar digunakan untuk
mengenang kesholihan mereka dan belum disembah.
Tetapi setelah generasi ini musnah, muncul generasi berikutnya yang
tidak mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya membuat
gambar-gambar tersebut, kemudian syetan menggoda mereka agar menyembah
gambar-gambar dan patung-patung orang sholih tersebut.
Melukis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang karena bisa membuka
pintu paganisme atau berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang
paling anti dengan berhala.
Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ingin meniru
kelakuan orang-orang ahli kitab yang mengkultuskan orang-orang sholih
mereka dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi lalu dipuja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyerupai mereka :
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.”
(HR. Abu Dawud).
Itulah sebab utama kenapa Umat Islam dilarang melukis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dalam rangka menjaga kemurnian
‘aqidah tauhid. Allahu Akbar !!! Allahu Akbar!!! Wallahu 'alam.
Dilansir dari rumahfiqih.com, Ustad Ahmad Sarwat juga pernah menjawab
pertanyaan dari seorang tentang 'Mengapa Kita Tidak Boleh Menggambar
Wajah Nabi Muhammad SAW?'
Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum wr. wb. Baru-baru ini tersiar kabar bahwa di luar
negeri sana ada lomba mewarnai gambar Nabi Muhammad SAW. Memang selama
ini yang kita ketahui bahwa salah satu cara orang-orang kafir dalam
menghina Nabi Muhammad SAW adalah dengan membuat gambar penghinaan
kepada beliau SAW.
Namun dibalik semua itu, dalam hati saya kemudian muncul pertanyaan agak
'nakal'. Bagaimana kalau seandainya kita menggambar sosok Rasulullah
SAW juga, tetapi bukan dengan niat untuk menghina. Niatnya justru untuk
membangun kedekatan kita kepada karakter beliau. Maka gambarnya dibuat
menjadi sosok yang tampan rupawan, siapa pun yang melihatnya akan
mengagumi gambar itu.
Apalagi misalnya untuk kepentingan pendidikan, khususnya anak-anak kita
agar lebih mengenal sosok Rasulullah SAW, bukankah ini menjadi hal yang
penting?
Maksudnya dari pada anak-anak kita tumbur dan dibesarkan dengan
mengidolakan tokoh kartun hayalan, apalagi lewat karakter yang umumnya
didatangkan dari luar yang notabene bukan sosok islami. Apa tidak
sebaiknya malah kita buatkan 'gambar' sosok Rasulullah SAW saja?
Kira-kira bagaimana pandangan secara syariahnya, adakah kajian dalam
masalah hal ini? Atau barangkali ada khilafiyah di antara para ulama
tentang boleh dan tidak bolehnya, mohon dijelaskan ustadz. Demikian
pertanyaan kami, semoga ustadz berkenan menjawabnya. Wassalam
Jawab:
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Seandainya kita lewatkan
pembahasan hukum melukis makhluk hidup, yang mana para ulama masih
berbeda pendapat di dalamnya. Dan seandainya kita lewatkan bab haramnya
menggambar sosok Nabi Muhammad SAW dengan niat buruk dan tujuan jelek,
sehingga digambar dengan wujud yang bagus dan rupawan.
Dan seandainya kita punya tujuan yang mulia, yaitu ingin mendekatkan
sosok karakter Rasulullah SAW kepada umat Islam. Maka tetap saja semua
itu masih menyisakan satu masalah penting dan fundamental, yaitu masalah
kedudukan sosok dan penampilan Rasulullah SAW yang menjadi rujukan
hukum dalam agama.
Perlu kita ketahui bahwa kedudukan Rasulullah SAW dalam aqidah Islam itu
bukan sekedar menjadi pembawa wahyu dari Allah semata. Namun peran
beliau jauh lebih luas dari itu.
Beliau SAW adalah representasi semua perintah dan larangan Allah SWT,
bukan hanya sebatas teks-teks wahyu, tetapi semua yang beliau katakan,
semua yang beliau lakukan, bahkan segala penampilan dan gerak-gerik
beliau. Semuanya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa beliau
adalah sosok resmi utusan Allah SWT.
Maka penampilan beliau dalam ekspresi wajah, senyum, marah, tertawa,
bahkan cara beliau berpakaian, menyisir rambut, merapikan jenggot dan
kumis serta hal-hal kecil lainnya, tidak bisa dilepaskan dari sumber
hukum dalam syariah Islam.
Dan semua informasi tentang sosok Rasulullah SAW itu harus valid,
shahih, benar, dan punya landasan ilmiyah serta bukti otentik. Tidak
boleh hanya semata didasarkan pada hayal, ilusi, imajinasi serta
perkiraan subjektif dari orang yang tidak pernah bertemu langsung dengan
beliau.
Dalam menjadi validitas syariah, apapun perkataaan yang dianggap sebagai
perkataan Rasulullah SAW, pasti akan kita tolak mentah-mentah kalau
tidak ada jalur periwayatannya yang shahih dan valid.
Dan apapun perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan beliau SAW, juga
akan kita buang ke tong sampah, selama tidak ada jalur periwayatan
secara resmi dan memenuhi standar baku dan prosedur yang benar.
Maka kalau ada penghayal dari negeri antah berantah melukis wajah
manusia, lantas dia mengklaim bahwa gambar itu adalah wajah Rasulullah
SAW, seluruh umat Islam sudah berijma' sepakat bulat bahwa 100% gambar
itu bukan gambar beliau SAW.
Kenapa kita tolak mentah-mentah?
Karena kedudukan lukisan Nabi Muhammad SAW itu setara dengan hadits
palsu alias hadits maudhu'. Maka kedudukannya cukup kita buang ke tong
sampah.
Haram hukumnya kita mengatakan bahwa gambar itu adalah gambar Nabi
Muhammad SAW. Karena sama saja kita membuat dan menyebarkan hadits palsu
kepada orang-orang. Padahal ada ancaman berat tentang orang-orang yang
menyebarkan hadits palsu.
"Siapa meriwayatkan suatu hadits dariku dan dia tahu bahwa itu adalah
dusta, maka dia adalah salah satu dari para pendusta". (HR. Muslim)
Lukisan Nabi SAW Karya Sahabat?
Kalau ada orang iseng dan berandai-andai sambil bertanya begini :
Seandainya ada seorang shahabat yang pernah membuat gambar beliau SAW di
masa hidup beliau, bukankah lukisan itu asli?
Memang kelihatannya demikian, tetapi kalau kita ikuti logika itu, tetap
saja masih menyisakan masalah besar. Anggaplah shahabat itu memang
pernah berjumpa langsung dengan beliau SAW, tetapi masih ada beberapa
masalah fundamental lainnya yang harus dijawab:
Pertama, seberapa ahli shahabat itu dalam melukis wajah orang?
Jangan-jangan lukisannya malah tidak mirip dan berbeda dari aslinya.
Sampai disitu saja masalah lukis melukis wajah beliau SAW sudah jadi
masalah.
Kedua, anggaplah ada shahabat yang berprofesi sebagai pelukis
ulung dimana lukisannya amat mirip dengan aslinya, tetap saja masih ada
masalah. Masalanya adalah siapa yang bisa menjamin lukisan itu terjaga
keasliannya hingga 15 abad ini?
Di sisi lain, semua pengandaiannya itu sendiri terlalu memaksakan. Toh
tidak pernah ada shahabat Nabi yang diriwayatkan secara orang yang jago
menggambar wajah manusia. Dan tidak pernah ada kasus dimana ada lukisan
manusia yang diklaim sebagai wajah Rasulullah SAW sepanjang sejarah umat
Islam 15 ini.
Kesimpulannya, para ulama telah ijma' tentang haramnya melukis
wajah Rasulullah SAW, apapun alasannya, bahkan meskipun barangkali
tujuannya mulia. Dan bab pelarangannya bukan semata karena penghinaan,
melainkan karena kepalsuan dan tidak adanya jaminan validitasnya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
CIRI FISIK RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Sementara dilansir dari almanhaj.or.id, penjelasan perihal fisik
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi perhatian para
Ulama. Di antara mereka, menyelipkan pembahasan ini di kitab-kitab
hadits. Sebagian lain memaparkannya dalam kitab tersendiri.
Imam at-Tirmidzi rahimahullah termasuk Ulama yang menulis pembahasan ini
dalam sebuah kitab tersendiri yang berjudul asy-Syamâil
al-Muhammadiyyah yang termasuk kitab pertama dalam masalah ini. Di
dalamnya, penulis menjelaskan sifat-sifat fisik dan akhlak-akhlak luhur
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pembahasan-pembahasan
lain tentang beliau.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata: "Rasulullah
(perawakannya) tidak terlalu tinggi, juga tidak pendek, tidak putih
sekali (kulitnya) juga tidak kecoklatan. Beliau rambutnya tidak keriting
pekat, juga tidak lurus menjurai. Allah Azza wa Jalla mengutusnya pada
usia empat puluh."
Beliau tinggal di Makkah
selama sepuluh tahun dan di Madinah selama tiga belas tahun. Allah Azza
wa Jalla mewafatkannya pada usia enam puluh tahunan, dan uban beliau
tidak mencapai dua puluh helai di kepala ataupun jenggot beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (al-Mukhtashar hadits no. 1)
Anas Radhiyallahu anhu juga berkata: "Rasulullah memiliki postur sedang,
tidak tinggi ataupun pendek, dan fisiknya bagus. Rambut beliau tidak
keriting juga tidak lurus. Warna (kulitnya) kecoklatan, jika beliau
berjalan, berjalan dengan tegak". (al-Mukhtashar hadits no. 2)
Barâ' bin 'Azib berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah lelaki yang berambut ikal, berpostur sedang, bahunya bidang,
berambut lebat sampai cuping telinga dan beliau memakai kain merah. Aku
belum pernah melihat orang yang lebih tampan dari beliau".
(al-Mukhtashar hadits no. 3)
Dalam riwayat lain, Barâ' Radhiyallahu anhu berkata: "Aku belum pernah
melihat orang yang mengenakan kain merah yang lebih tampan dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mempunyai rambut yang
menjulur sampai pundaknya. Bahu beliau lebar dan beliau bukan orang yang
bertubuh pendek, ataupun terlalu tinggi".
'Ali bin Abi Thâlib bercerita: "Nabi bukanlah orang yang tinggi, juga
bukan orang yang pendek. Kedua telapak tangan dan kaki beliau tebal.
Kepala beliau besar. Tulang-tulang panjangnya besar. Bulu-bulu dadanya
panjang. Jika berjalan, beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang
sedang menapaki jalan yang menurun. Aku belum pernah melihat orang
seperti beliau sebelum atau setelahnya". (al-Mukhtashar hadits no. 4)
Jâbir bin Samurah Radhiyallahu anhu berkata: "Rasulullah dhalî'ul fami,
asykalul 'ain dan manhûsul 'aqib". Syu'bah berkata: Aku bertanya kepada
Simak: "Apa maksud dhalî'ul fami?: Ia menjawab: "Mulut beliau besar".
Aku bertanya: "Apa maksud asykalul 'ain?" Ia menjawab: "Sudut mata
beliau lebar". Aku bertanya: "Apakah maksud manhûsul 'aqib?. Ia
menjawab: "Daging pada tumit beliau sedikit." (al-Mukhtashar hadits no.
7)
Jâbir Radhiyallahu anhu juga berkata: "Aku melihat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam purnama, beliau mengenakan kain
merah. Aku mulai memandang beliau dan bulan, ternyata beliau lebih indah
dibandingkan bulan". (al-Mukhtashar hadits no. 8)
Abu Ishâq Radhiyallahu anhu berkata: "Ada seorang lelaki bertanya kepada
Barâ' bin Azib : "Apakah wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
seperti pedang?" Ia menjawab: Tidak, tetapi seperti bulan.""
(al-Mukhtashar hadits no. 9)
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: "Rasulullah berkulit putih
bagaikan disepuh oleh perak, rambutnya agak bergelombang/ikal".
(al-Mukhtashar hadits no. 10)
Abu Ath-Thufail Radhiyallahu anhu berkata: "Aku melihat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Tidak seorang pun yang tersisa di muka bumi ini
yang pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selainku".
"Beliau berkulit putih, tampan, (dengan perawakan) sedang".
(al-Mukhtashar hadits no. 12)
Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu berkata: "Rambut Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sampai ke tengah atau (dalam riwayat lain:
pertengahan/28) kedua telinga beliau". (al-Mukhtashar hadits no. 21)
‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata: "Aku mandi bersama Rasulullah dari
satu bejana. Beliau mempunyai rambut yang sampai pundak dan (juga)
hingga cuping telinga". (al-Mukhtashar hadits no. 22)
Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita sekalian untuk mencintai beliau dengan cara yang syar'i.
Wallâhu a'lam.
Sumber :
Silakan share jika bermanfaat >>>
0 Response to "Kenapa Wajah Rasulullah Tidak Boleh Dilukis atau Digambar? Ternyata Ini Alasannya! "
Post a Comment