Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Besok, tanggal 09 Maret 2016 akan terjadi Gehana Matahari Total yang melanda sebagian wilayah Indonesia. Banyak
orang mulai berfikir, bagaimana caranya bisa mengabadikan peristiwa dan
fenomena gerhana itu dengan baik. Fenomena yang sangat langka,
mengingat gerhana akan terjadi mendekati total, bahkan ada yang sampai
lebih dari 90%. Dan itu hanya bisa dilihat di Indonesia.
Allah menjelaskan dalam al-Qur’an,
وَمَا نُرْسِلُ بِالْآَيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا
“Tidaklah kami mengirim ayat-ayat itu selain untuk menakut-nakuti (hamba).” (al-Isra: 59)
Yang dimaksud “ayat-ayat itu” adalah semua tanda yang menunjukkan
kekuasaan Allah, baik yang ada di lingkungan sekitarnya, termasuk
mukjizat yang Allah berikan kepada para nabi.
Tujuan Allah menciptakan semua fenomena alam, untuk menunjukkan
ke-Maha Kuasan Allah kepada hamba-Nya. Sehingga semakin menambah rasa
takut mereka kepada-Nya. Termasuk peristiwa gerhana. Matahari yang
demikian terang, dengan kuasa Allah bisa tertutup, sehingga suasana
menjadi gelap, hanya tinggal bayangan cahaya putih yang mengitarinya.
Bagi orang kafir, mereka melihat kejadian ini tanpa pernah terbayang
tentang siapa penciptanya. Mereka hanya memikirkan, ini fenomena alam
nan indah, yang layak diabadikan dengan kameranya.
Berbeda dengan seorang muslim, kejadian semacam ini bukan hanya
sebatas fenomena alam. Namun itu adalah peringatan agar dia semakin
takut kepada Sang Kuasa. Karena mereka mengimani bahwa ini semua ada
penciptanya.
Sikap semacam inilah yang terjadi pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika beliau melihat fenomena alam. Tidak hanya peristiwa gerhana,
sampaipun hanya mendung gelap, terlihat roman ketakutan di wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aisyah menceritakan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا
رَأَى نَاشِئًا فِيْ أُفُقٍ مِنْ آفَاقِ السَّمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ –
وَإِنْ كَانَ فِيْ صَلاَتِهِ – ثُمَ أَقْبَلَ عَلَيْهِ، فَإِنْ كَشَفَهُ
اللهُ حَمِدَ اللهُ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ : اَللَّهُمَّ صَيِّبًا
نَافِعًا
“Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam– apabila melihat
mendung di ufuk langit, maka beliau meninggalkan aktivitasnya, meskipun
dalam keadaan shalat, kemudian menghadap kepadanya. Apabila Allah
menyingkapnya, maka beliau memuji-Nya dan apabila turun hujan, beliau
berdoa, ‘Ya Allah jadikanlah hujan ini adalah hujan yang bermanfaat’.”
(HR. Bukhari Adabul mufrad)
Mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketakutan? Karena beliau khawatir, jangan-jangan, mendung gelap itu adalah mukadimah adzab, seperti yang terjadi pada kaum ‘Ad.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
Apabila Rasulullah melihat mendung gelap atau angin ribut, kelihatan
perasaan takut di wajah beliau. Saya bertanya, “Ya Rasulullah, banyak
orang ketika melihat mendung, mereka senang, berharap sebentar lagi
turun hujan. Sementara anda, ketika melihat mendung, nampak di wajah
anda suasana tidak nyaman.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّى أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ
عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ ، وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا
(هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا)
Wahai Aisyah, saya khawatir, mendung ini membawa adzab, yang dulu
ada orang diadzab dengan angin kencang. Kaum itu ketika melihat mendung
berisi adzab, mereka mengatakan, “Awan ini akan menurunkan hujan untuk
kami.”(HR. Bukhari 4829)
Seperti ini pula yang diingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika terjadi gerhana. Beliau sampaikan kepada para sahabat, bahwa itu
bagian dari tanda kekuasaan Allah. Agar kita semakin mengagungkan Allah
dan semakin takut kepada-Nya. Inilah yang menjadi alasan mengapa kita
dianjurkan melakukan shalat gerhana, dan banyak berdzikir kepada-Nya.
Dari al-Mughiroh bin Syu’bah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ
، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
“Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda
kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian
atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada
Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).” (HR. Bukhari 1043 dan Muslim 2147)
Hadirkan perasaan takut kepada Allah ketika terjadi gerhana…Bukan sebatas semangat untuk mengabadikannya dalam kamera. Karena gerhana bukan semata fenomena alam. Namun tanda kekuasaan Sang Pencipta agar kita semaki takut kepada-Nya.
Allahu a’lam.
*Penulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits
sumber: Konsultasisyariah
0 Response to "Gerhana, Bukan Sebatas Fenomena Alam"
Post a Comment