Ilustrasi. (addriadi.com) |
Duhai saudariku muslimah, kini aku bertanya padamu… bukankah indah
rasanya jika seorang istri mematuhi suaminya, kemudian ia senantiasa
menjadi penyejuk mata bagi suaminya, menjaga lisan dari menyebarkan
rahasia suaminya, lalu menjaga harta dan anak-anak suami ketika ia
pergi? Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa
kepada Allah daripada istri yang shalihah, bila ia menyuruhnya maka ia
menaatinya, bila memandangnya membuat hati senang, bila bersumpah (agar
istrinya melakukan sesuatu), maka ia melakukannya dengan baik, dan bila
ia pergi maka ia dengan tulus menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu
Majah)
Sehingga… kehidupan rumah tangga pun akan berjalan penuh dengan
kemesraan dan kebahagiaan. Yang satu menjadi tempat berbagi bagi yang
lain, saling menasehati dalam ketakwaan, dan saling menetapi dalam
kesabaran.
Saudariku muslimah… tulisan tentang kewajiban istri dalam mematuhi
perintah suami telah banyak dibahas. Maka kini penulis akan mencoba
mengetengahkan hal-hal apa saja yang tidak boleh dipatuhi oleh seorang
istri di saat suaminya memerintah.
Ini Saatnya Mematuhi Perintah Suami
Diantara ciri seorang istri sholihah adalah mematuhi perintah
suaminya. Yang dimaksud mematuhi perintah adalah mematuhi dalam hal yang
mubah dan disyari’atkan. Jika dalam perkara yang disyari’atkan, tentu
hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi hukumnya, karena perkara yang
demikian adalah hal-hal yang Allah perintahkan kepada para hamba-Nya,
seperti kewajiban sholat, berpuasa di bulan Ramadhan, memakai jilbab,
dan lain-lain. Maka untuk hal ini, seorang hamba tidak boleh
meninggalkannya karena meninggalkan perintah Allah Ta’ala adalah sebuah
dosa. Sedangkan dalam perkara yang mubah, jika suami memerintahkan kita
untuk melakukannya maka kita harus melaksanakannya sebagai bentuk
ketaatan kepada suami.
Contohnya suami menyuruh sang istri rajin
membersihkan rumah, berusaha mengatur keuangan keluarga dengan baik,
selalu bangun tidur awal waktu, membantu pekerjaan suami, dan hal-hal
lain yang diperbolehkan dalam syari’at Islam.
Ada Saatnya Menolak Perintah Suami
Jika dalam hal yang disyari’atkan dan yang mubah kita wajib mematuhi
suami, maka lain halnya jika suami menyuruh kepada istri untuk melakukan
kemaksiatan dan menerjang aturan-aturan Allah. Untuk yang satu ini kita
tidak boleh mematuhinya meskipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda, “Kalau sekiranya aku (boleh) memerintahkan
seseorang untuk sujud kepada orang lain maka akan aku perintahkan
seorang wanita untuk sujud kepada suaminya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
Kita tidak boleh tunduk pada suami yang memerintah kepada kemaksiatan
meskipun hati kita begitu cinta dan sayangnya kepada suami. Jika
kewajiban patuh pada suami sangatlah besar, maka apalagi kewajiban
mematuhi Allah, tentu lebih besar lagi. Allahlah yang menciptakan kita
dan suami kita, kemudian mengikat tali cinta diantara sang istri dan
suaminya. Namun perlu diketahui, bukan berarti kita harus marah-marah
dan bersikap keras kepada suami jika ia memerintahkan suatu kemaksiatan
kepada kita, tetapi cobalah untuk menasehatinya dan berbicara dengan
lemah lembut, siapa tahu suami tidak sadar akan kesalahannya atau sedang
perlu dinasehati, karena perkataan yang baik adalah sedekah.
Saudariku, berikut ini beberapa contoh perintah suami yang tidak boleh kita taati karena bertentangan dengan perintah Allah:
1. Menyuruh Kepada Kesyirikan
Tidak layak bagi kita untuk menaati suami yang memerintah untuk
melakukan kesyirikan seperti menyuruh istri pergi ke dukun, menyuruh
mengalungkan jimat pada anaknya, ngalap berkah di kuburan, bermain
zodiak, dan lain-lain. Ketahuilah saudariku, syirik adalah dosa yang
paling besar. Syirik merupakan kezholiman yang paling besar (lihat QS
Luqman: 13). Bagaimana bisa seorang hamba menyekutukan Allah sedang
Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi berbagai nikmat kepadanya?
Sungguh merupakan sebuah penghianatan yang sangat besar!
2. Menyuruh Melakukan Kebid’ahan
Nujuh bulan (mitoni – bahasa jawa) adalah acara yang banyak dilakukan
oleh masyarakat ketika calon ibu genap tujuh bulan mengandung si bayi.
Ini adalah salah satu dari sekian banyak amalan yang tidak ada contohnya
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Walaupun begitu banyak
masyarakat yang mengiranya sebagai ibadah sehingga merekapun bersemangat
mengerjakannya. Ketahuilah wahai saudariku muslimah, jika seseorang
melakukan suatu amalan yang ditujukan untuk ibadah padahal Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyontohkannya, maka amalan
ini adalah amalan yang akan mendatangkan dosa jika dikerjakan. Ketika
sang suami menyuruh istrinya melakukan amalan semacam ini, maka istri
harus menolak dengan halus serta menasehati suaminya.
3. Memerintah untuk Melepas Jilbab
Menutup aurat adalah kewajiban setiap muslimah. Ketika suami
memerintahkan istri untuk melepas jilbabnya, maka hal ini tidak boleh
dipatuhi dengan alasan apapun. Misalnya sang suami menyuruh istri untuk
melepaskan jilbabnya agar mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang
lumayan, hal ini tentu tidak boleh dipatuhi.
Bekerja diperbolehkan bagi
muslimah (jika dibutuhkan) dengan syarat lingkungan kerja yang aman dari
ikhtilat (campur baur dengan laki-laki) dan kemaksiatan, tidak khawatir
timbulnya fitnah, serta tidak melalaikan dari kewajibannya sebagai
istri yaitu melayani suami dan mendidik anak-anak. Dan tetap berada di
rumahnya adalah lebih utama bagi wanita (Lihat QS Al-Ahzab: 33).
Allah
telah memerintahkan muslimah berjilbab sebagaimana dalam QS Al-Ahzab:
59. Perintah Allah tidaklah pantas untuk dilanggar, karena tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.
3. Mendatangi Istri Ketika Haidh atau dari Dubur
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “…dan
persetubuhan salah seorang kalian (dengan istrinya) adalah sedekah.”
(HR. Muslim)
Begitu luasnya rahmat Allah hingga menjadikan hubungan suami istri
sebagai sebuah sedekah. Berhubungan suami istri boleh dilakukan dengan
cara dan bentuk apapun. Walaupun begitu, Islam pun memiliki rambu-rambu
yang harus dipatuhi, yaitu suami tidak boleh mendatangi istrinya dari
arah dubur, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“(Boleh) dari arah depan atau arah belakang, asalkan di farji (kemaluan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka ketika suami mengajak istri bersetubuh lewat dubur, hendaknya
sang istri menolak dan menasehatinya dengan cara yang hikmah. Termasuk
hal yang juga tidak diperbolehkan dalam berhubungan suami istri adalah
bersetubuh ketika istri sedang haid.
Maka perintah mengajak kepada hal
ini pun harus kita langgar. Hal ini senada dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menjima’ istrinya yang sedang
dalam keadaan haid atau menjima’ duburnya, maka sesungguhnya ia telah
kufur kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan
Ad-Darimi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Belajarlah Wahai Muslimah!
Demikianlah saudariku pembahasan singkat yang dapat penulis
sampaikan. Sebagai penutup, mari kita ringkas pembahasan ini: Bahwa
wajib bagi seorang istri untuk mematuhi apa yang diperintahkan suaminya
dalam perkara yang mubah apalagi yang disyari’atkan Allah, namun tidak
boleh patuh jika suami memerintahkan kemaksiatan dan yang dilarang oleh
Rabb Semesta Alam.
Lalu, perkara apa sajakah yang termasuk dalam larangan Allah? untuk
itu, setiap hamba wajib mencari tahu tentang syari’at Islam karena
dengannya akan tercapai ketakwaan kepada Allah, yaitu melakukan yang
Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang. Wahai para
wanita muslim! Pelajarilah agama Allah dengan menghadiri majelis-majelis
yang mengajarkan ilmu syar’i atau dengan menelaah buku dan tulisan para
‘ulama.
Tidaklah mungkin seseorang akan mengenal agamanya tanpa
berusaha mencari tahu. Dan tidak mungkin pula ilmu akan sampai kepadanya
jika ia hanya bermalas-malasan di rumah atau kos, atau hanya sibuk
berjam-jam berdandan di depan cermin, serta bergosip ria sepanjang
waktu. Sungguh yang seperti itu bukanlah ciri seorang muslimah yang
sejati.
Bersegeralah melakukan kebaikan wahai saudariku, karena Allah
pasti akan membalas setiap kebaikan dengan kebaikan, dan membalas
keburukan dengan keburukan walaupun hanya sebesar biji sawi. Setiap anak
Adam memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan
adalah yang senantiasa berusaha untuk memperbaiki dirinya. Wallahu
ta’ala a’lam.
Penulis: Ummu Aiman
Muroja’ah oleh: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.
Muroja’ah oleh: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.
0 Response to "Maaf Suamiku… Aku Tidak Akan Menaatimu!!"
Post a Comment