Ilustrasi: Google |
TERNYATA tidak ada catatan sama sekali mengenai peringatan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. (dilatinkan: Jesus = Isa; Kristus
= Al-Masih) sampai abad ke-4 Masehi. Absennya perayaan Natal sebelum
itu menunjukkan bahwa mungkin tidak ada yang tahu kapan utusan Allah
yang mulia itu lahir. Kitab-kitab Injil yang empat tidak menyebutkan
tahun kelahiran beliau, apalagi tanggal dan bulan yang eksak. Clement
(150-215), seorang uskup di Iskandariah, menetapkan tanggal 18 November.
Sebuah dokumen dari Afrika Utara tahun 243, berjudul De Pascha Computus, menempatkan kelahiran Jesus Kristus tanggal 28 Maret pada awal musim semi.
Umat
Nasrani pada masa-masa awal tidak tertarik merayakan Natal, sebab
mereka memandang perayaan ulang tahun sebagai kebiasaan orang kafir.
Tokoh gereja abad ke-3, Origenes, bahkan menyatakan bahwa merupakan
suatu dosa jika mencari-cari tanggal kelahiran Jesus, sebab hal itu
berarti menyamakan Kristus dengan seorang Fir’aun! Injil yang paling
tua, Injil Markus, yang ditulis sekitar tahun 50, memulai uraian dari
kisah permandian Isa Al-Masih yang sudah dewasa oleh Nabi Yahya bin
Zakaria a.s. Fakta ini merupakan indikasi bahwa umat Nasrani pada
masa-masa awal memang tidak memiliki interes terhadap kelahiran Jesus.
Baru pada Injil Matius dan Injil Lukas, yang ditulis dua sampai empat
dasawarsa kemudian, kita memperoleh kisah lahirnya Nabi agung yang
merupakan putra suci Siti Maryam r.a. itu.
Informasi paling awal mengenai perayaan Natal tercantum dalam Philocalian calendar,
suatu dokumen Romawi tahun 354, yang menyatakan 25 Desember sebagai
hari kelahiran Jesus Kristus. Dijelaskan dalam dokumen tersebut bahwa
tanggal itu ditetapkan oleh Uskup Liberius dari Roma dan kemudian
diresmikan oleh Gereja. Pada mulanya banyak yang tidak setuju dengan
tanggal itu, sebab 25 Desember jatuh pada musim dingin, di mana hampir
mustahil ada penggembala di padang rumput Palestina pada malam hari
seperti diberitakan Injil! Tetapi Gereja sangat berkepentingan dengan
tanggal 25 Desember, sebab penetapan tanggal itu diharapkan efektif
untuk memikat hati orang Romawi yang mulai tertarik kepada ajaran
Nasrani setelah Kaisar Konstantinus (bertahta 306-337) memeluk agama
tersebut. Tanggal 25 Desember adalah saat Natalis Solis Invicti (“Kelahiran
Matahari Yang Tak Terkalahkan”), yang dirayakan orang Romawi dalam
bentuk Festival Saturnalia, untuk menghormati kelahiran Mithra, dewa
matahari mereka. Orang Romawi memang berduyun-duyun masuk Nasrani,
tetapi Festival Saturnalia tanggal 25 Desember dilestarikan dalam bentuk
perayaan Natal.
Ketika agama Nasrani tersebar di kawasan Eropa Barat, perayaan Natal dilengkapi dengan “pohon Natal” (Christmas tree)
yang dipuja oleh bangsa-bangsa kafir Jerman dan Skandinavia. Bangsa
Inggris baru mengenal pohon Natal ketika Ratu Victoria menikahi Pangeran
Albert, yang membawa tradisi itu ke Inggris dari daerah asalnya Jerman
pada tahun 1840. Bagaimanakah dengan Santa Claus? Dia adalah Saint
Nicholas, uskup abad ke-4 di Nicaea (sekarang Iznik, masuk wilayah
Turki) yang gemar membagikan hadiah kepada anak-anak. Tradisi ini
populer di Negeri Belanda dengan sebutan San Nicolaas. Ketika
orang-orang Belanda berimigrasi ke Amerika—kota New York sekarang adalah
bikinan Belanda, dulu namanya New Amsterdam—mereka memperkenalkan
tradisi bagi-bagi hadiah dari San Nicolaas ini, yang oleh lidah
anak-anak Amerika diucapkan Santa Claus. Akhirnya pada tahun 1863,
kartunis terkenal Thomas Nast menggubah lukisan Santa Claus dengan
berpakaian merah dan berjanggut putih, lengkap dengan ketawa
‘ho-ho-ho’nya, yang populer sampai hari ini.
Kapan Isa Al-Masih (Jesus Kristus) lahir?
Pada masa Nabi Isa Al-Masih a.s. berlaku kalender Julian yang memulai perhitungan tahun dari 708 AUC (ab urbi condita),
yaitu 708 tahun sesudah pembangunan kota Roma, yang ditetapkan Julius
Caesar sebagai tahun 1 Julian (tahun 46 SM menurut hitungan kita
sekarang). Injil Lukas 3:1 mengatakan bahwa Jesus memulai tugas
kerasulan pada tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius
Pilatus diangkat menjadi gubernur Judea. Tiberius bertahta dari tahun 60
Julian sampai 83 Julian (14-37 Masehi), sehingga kejadian yang
diceritakan Lukas itu berlangsung tahun 75 Julian (29 Masehi). Informasi
Lukas ini dijadikan dasar oleh Dionisius Exiguus, pejabat tinggi
kepausan di Roma pada abad ke-6, untuk menetapkan perhitungan tahun Anno Domini (AD
atau Masehi). Oleh karena menurut Lukas 3:23 usia Jesus saat itu
“kira-kira 30 tahun”, maka Dionisius memperkirakan Jesus lahir tahun 47
Julian, yang ditetapkannya sebagai Tahun 1 Anno Domini, dan tahun ketika
menetapkan itu, yaitu 572 Julian, diganti angkanya menjadi 526 AD.
Sejak tahun 526 berlakulah hitungan tahun Anno Domini (Masehi) sampai
sekarang.
Tetapi benarkah Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir pada tahun
1 Masehi (47 Julian)? Tahun itu hanyalah perkiraan Dionisius.
Kenyataannya, baik Injil Lukas (1:5) maupun Injil Matius (2:1) mencatat
kelahiran Jesus pada masa Raja Herodes, yang berarti antara tahun 37 SM
dan 4 SM (10 sampai 43 Julian). Lukas 2:1-2 juga mengatakan bahwa Jesus
lahir ketika gubernur Suriah Quirinius, atas perintah Kaisar Augustus,
mengadakan sensus penduduk di Palestina. Sensus ini tentu berlangsung
sesudah pengangkatan Quirinius tahun 6 SM (41 Julian). Maka sangat
mungkin bahwa Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir sekitar tahun 5 SM (42 Julian).
Meskipun tanggal dan bulan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. tidak dapat dipastikan, kita dapat menelusuri musim (season) ketika beliau lahir. Injil Lukas 2:8 mencatat suasana malam kelahiran Isa Al-Masih: Et pastores erant in regione eadem vigilantes et custodientes vigilias noctis super gregem suum (“Dan
para gembala di padang rumput pada daerah itu sedang menjaga dan
mengawasi pada waktu malam kawanan ternak mereka”). Ketika berkunjung ke
Jerusalem, saya pernah bertanya kepada orang pribumi di sana: Pada
bulan apa para gembala tinggal di padang rumput sampai malam hari? Dia
menjawab bulan April atau bulan Mei pada musim semi (spring season).
Kitab
Al-Qur’an pun menceritakan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. dalam Surat
Maryam, tetapi tidak dijelaskan kapan beliau lahir. Namun ada ayat yang
memberikan indikasi bahwa Nabi Allah yang mulia itu lahir pada musim
semi. Ketika Siti Maryam r.a. melahirkan putranya yang suci itu,
malaikat Jibril berkata kepadanya, sebagaimana tercantum dalam Surat
Maryam ayat 25: Wa huzzi ilaiki bi jidz`i n-nakhlah, tusaqith `alaiki ruthaban janiyya (“Dan
goyanglah ke arahmu pohon kurma itu, ia akan menjatuhkan kepadamu buah
masak dan segar”). Jadi kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. terjadi pada
saat buah kurma cukup ranum, sehingga akan berjatuhan jika pohonnya
digoyang. Sampai sekarang di daerah Timur Tengah panen kurma berlangsung
pada musim semi.
Silsilah Nabi Isa Al-Masih a.s.
Injil
Matius 1:1-17 menelusuri silsilah secara menurun dari Nabi Ibrahim a.s.
sampai Nabi Isa Al-Masih a.s., sedangkan Injil Lukas 3:23-38 menelusuri
silsilah secara mendaki dari Nabi Isa Al-Masih a.s. sampai Nabi Adam
a.s. Baik Matius maupun Lukas berusaha menjelaskan bahwa Nabi Isa
Al-Masih a.s. adalah keturunan Nabi Daud a.s.
Matius menguraikan
silsilah Nabi Daud ke bawah dengan menempuh jalur Solomon bin Daud (Nabi
Sulaiman a.s.). Silsilah yang dimulai dari Nabi Ibrahim itu
dikelompokkan Matius menjadi tiga bagian, masing-masing mencakup 14
generasi. Angka 14 ini agaknya diambil dari nama “Daud” (dalam huruf
Ibrani menggunakan tiga konsonan D-W-D atau daleth-waw-daleth), yang
dalam numerologi Ibrani dan Arab bernilai: daleth(4) + waw(6) +
daleth(4) = 14. Apa boleh buat, banyak nama keturunan Nabi Sulaiman
dalam Dibre Hayyamim (Chronicles; Tawarikh) yang terpaksa dibuang oleh
Matius agar tidak melebihi angka 14.
Lukas menempuh jalur berbeda
dalam silsilah yang disusunnya. Menurut Lukas, Isa Al-Masih bukan
keturunan Solomon bin Daud seperti kata Matius, tetapi keturunan Nathan
bin Daud, abang Nabi Sulaiman (Dibre Hayyamim 3:5). Nama-nama dari Daud
ke bawah yang disusun Lukas hampir semuanya berlainan dengan yang
disusun Matius. Jumlah generasi pun tidak sama. Dari Daud sampai Isa
Al-Masih, Lukas mencantumkan 42 generasi, sedangkan Matius cuma 27
generasi. Tetapi kedua penulis Injil ini bertujuan sama: Jesus Kristus
adalah keturunan Daud!
Ternyata silsilah yang disusun oleh Matius
dan Lukas tidak bersambung kepada Isa Al-Masih a.s.! Mereka berdua
menguraikan silsilah yang menurunkan Yusuf suami Maryam, bukan
silsilah Maryam sendiri. Padahal Nabi Isa Al-Masih a.s. adalah putra
suci Siti Maryam r.a. yang perawan, dan sama sekali tidak ada hubungan
darah dengan Yusuf. Meskipun suami Maryam, Yusuf tidak melakukan
hubungan badaniah dengan istrinya sampai Isa Al-Masih lahir! Matius
sendiri mengakui hal ini (1:25): Et non cognoscebat eam donec peperit filium suum primogenitum (“Dan tidaklah dia ‘menyatu’ dengannya sampai melahirkan putra laki-lakinya yang sulung itu”).
Jelaslah bahwa Nabi Isa Al-Masih a.s. bukanlah keturunan Nabi Daud,
meskipun Matius dan Lukas jungkir-balik berusaha menjelaskan hal itu
dengan silsilah yang berbeda-beda. Dengan kata lain, Isa Al-Masih
bukanlah Bani Israil suku Yehuda (Judah)! Beliau adalah Bani Israil suku
Lewi, sesuai dengan garis keturunan Siti Maryam r.a. yang serumpun
dengan Nabi Musa dan Nabi Harun. Imam-imam Bani Israil umumnya memang
dari suku Lewi. Menurut Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 33-35, Nabi Isa
Al-Masih dan ibu beliau Siti Maryam adalah keturunan Imran, ayahanda
Nabi Musa dan Nabi Harun, yang jelas merupakan keluarga Lewi, bukan
keluarga Yehuda. Hal ini tercantum dalam We’elleh Shemoth (Exodus;
Keluaran) 2:1. Juga dalam Surat Maryam ayat 28, Maryam dikatakan
perempuan keluarga Harun (ukhta Harun).
Sebetulnya
Lukas pun diam-diam mengakui bahwa Siti Maryam dan putranya Isa Al-Masih
adalah suku Lewi. Dalam Lukas 1:5 tertulis bahwa Elisabeth istri Nabi
Zakaria (ibunda Nabi Yahya) adalah keturunan Nabi Harun (filiabus Aaron), sedangkan dalam Lukas 1:36 dijelaskan bahwa Elisabeth dan Maryam adalah sekeluarga (cognatus). Juga estimasi Lukas (3:23) bahwa usia Jesus “kira-kira 30 tahun” (quasi annorum triginta)
ketika memulai tugas kerasulan merupakan indikasi bahwa Nabi Isa
Al-Masih memang suku Lewi, sebab menurut Bemidbar (Numbers; Bilangan)
4:47 para imam dari suku Lewi baru wajib melakukan tugas imamatnya
setelah berusia 30 tahun.
Kesimpulan:
(1) Nabi Isa Al-Masih
a.s. mustahil lahir pada bulan Desember. Utusan Allah yang mulia itu
mungkin lahir pada musim semi (April atau Mei).
(2) Nabi Isa
Al-Masih a.s. bukanlah keturunan Nabi Daud a.s. (suku Yehuda). Putra
suci Siti Maryam r.a. itu jelas merupakan suku Lewi.
Quod erat demonstrandum (Q.E.D.) !***
Sumber :irfananshory.blogspot
Silakan share jika bermanfaat >>>
0 Response to "Menelusuri Kelahiran Nabi Isa Al-Masih A.S. "
Post a Comment