Donna, bukan nama sebenarnya, tidak pernah menyangka dirinya mengidap HIV.
Namun, keinginannya untuk sembuh sangat besar, sehingga ia terus
mencari informasi kesembuhan. Meskipun tubuh langsingnya sempat menjadi
semakin tipis dan hanya mampu tergolek, kini ia tak tampak sebagai orang
sakit. Donna optimis, ia bakal terbebas dari virus yang menakutkan itu.
Ketika seseorang divonis mengidap HIV AIDS, dunia serasa kiamat. Demikian yang terjadi pada Donna (28), seorang staf marketing perusahaan swasta di Jakarta.
DIKIRA TIFUS DAN LUPUS
Diceritakan oleh wanita berkulit kuning langsat ini, awalnya ia hanya merasa tidak enak badan. “Saya pikir demam biasa, tapi kok, panasnya kalau malam saja. Di siang hari suhu badan normal. Saat itu saya berpikir mungkin saja terkena gejala tifus,” kata Donna.
Nyatanya gejala demam
tersebut tidak kunjung sembuh. Tak tahan dengan kondisi tersebut, Donna
pun memeriksakan diri ke dokter. Oleh dokter, ia disarankan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium.
“Menurut dokter, ada kemungkinan sakit lupus. Untungnya hasil tes mengatakan tidak mengidap penyakit lupus,” tuturnya.
Meski
demikian, gejala demam masih enggan meninggalkan tubuh Donna. Ia pun
memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter lain dan diketahui bahwa
kadar hemoglobin (Hb) sangat rendah. Tindakan dokter saat itu adalah
menaikkan kadar Hb-nya dengan cara injeksi.
Masalahnya, biarpun sudah tiga kali suntik, kadar Hb tak kunjung naik. Bahkan kondisinya memburuk.
“Tidak
hanya demam, saya juga jadi sulit makan dan lemas. Makan sedikit,
muntah lagi. Berat badan saya sampai turun drastic, sekitar 10
kilogram,” ungkapnya.
Melihat perkembangan kondisinya, Donna
lantas disarankan untuk melakukan tes HIV oleh dokter yang menangani
penyakitnya. “Setelah sepanjang Januari 2009 saya sakit tidak jelas dan
tak kunjung membaik, akhirnya Februari 2009 saya mengikuti saran dokter
untuk tes HIV,” ungkapnya.
Hasil tes menunjukkan ia positif
mengidap HIV. Kala itu perasaan Donna campur aduk antara bingung, kaget,
tak percaya, dan putus asa.
“Masak
iya? Saya’kan tidak pernah melakukan hal-hal yang beresiko tertular
HIV. Saya masih sulit percaya dengan hasil tes tersebut. Apalagi saya
tahu kalau HIV itu belum bisa disembuhkan dan penderitanya harus minum
obat seumur hidup. Saya tidak mau minum obat seumur hidup!” sebutnya.
Untungnya
orang tua Donna mendukung segala tindakan anaknya untuk sembuh. “Itu
merupakan bantuan moral yang luar biasa untuk saya. Mereka kaget, tapi
tetap mendukung. Mereka heran dari mana saya bisa terkena virus ini,”
ucap wanita bertubuh mungil ini.
Setelah
berkonsultasi dengan dokter ahli yang aktif menangani masalah HIV AIDS,
Donna pun melacak dari mana ia mendapat virus mematikan ini.
TERTULAR SUAMI
Sebelumnya
ia sempat curiga suaminya sudah terkena penyakit ini lebih dulu, dan
menularkannya lewat hubungan seksual. “Habisnya saya tidak pernah pakai
narkoba atau melakukan transfusi darah. Cara satu-satunya lewat hubungan
seksual. Itu artinya dengan suami saya,” ungkap Donna.
Apalagi,
suaminya telah memiliki gejala sakit yang aneh di mata Donna. Gejala
berupa luka, kulit terkelupas, batuk dan demam terlihat jelas pada diri
suaminya. Namun, saat itu Donna beranggapan bahwa suaminya mengalami
suatu alergi kulit.
Kemudia ia pun mengajak suaminya memeriksakan diri ke dokter untuk
membuktikan kebenaran dugaannya. “Suami saya awalnya tidak mau periksa.
Ini menambah kecurigaan saya. Saya pun terus memaksanya hingga akhirnya
dia mau. Hasilnya, suami saya memang positif HIV, pasti dia pernah main
perempuan karena suami saya itu takut jarum suntik. Jadi rasanya tidak
mungkin kalau dia tertular HIV lewat jarum suntik,” ujar Donna pasrah.
Sejak
ketahuan mengidap HIV positif itu, suami Donna pergi meninggalkan dia
bersama anak laki-laki mereka yang masih berusia dua tahun. “Menurut
saya dia tidak bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Sekarang kami
sedang mengurus surat cerai. Satu hal yang sangat saya syukuri, yaitu
anak saya tidak ikut tertular HIV,” sebut Donna.
SEUMUR HIDUP MINUM OBAT
Meski sempat jengkel terhadap suami, Donna tidak menaruh dendam. Ia berpendapat dendam tidak menyelesaikan masalah.
“Toh
mengomeli suami tidak membuat penyakit saya hilang. Lebih baik tenaga
dan pikiran saya gunakan untuk mencari pengobatan agar saya bebas dari
penyakit ini,” katanya penuh keyakinan.
Selama proses tersebut,
Donna bukannya sehat walafiat menjalankan aktivitas. Kondisinya memburuk
dengan sangat cepat, sehingga ia kesulitan beraktivitas karena daya
tahan tubuhnya turun drastis. Akibatnya, seringkali ia terkapar lemas di
tempat tidur. “Makan pun disuapi. Pokoknya hidup saya selama Januari
hingga Maret 2009 benar-benar bergantung pada orang lain. Anak saya pun
diurus oleh Mama,” ungkapnya.
Akibat semua itu, Donna terpaksa
berhenti bekerja. “Saya mengarang alasan pada atasan bahwa saya sakit
tifus dan tak kunjung sembuh. Hanya beberapa teman dekat yang tahu
keadaan saya sebenarnya,” katanya seraya menundukkan wajah.
Selama
proses pemulihan tersebut Donna diberi obat antivirus dan suplemen
vitamin oleh dokter. Masalahnya, Donna tidak mau menerima kenyataan
bahwa dirinya harus minum obat seumur hidup. Ahli medis yang dimintai
pendapat hanya menjawab, ia tidak perlu minum obat jika kadar CD4 sudah
membaik.
Meskipun CD4-nya sempat naik sedikit, ia tetap harus
minum obat. Menurut Donna, selama bulan Maret hingga November kondisinya
tidak kunjung membaik meskipun sudah minum obat dari dokter. Banyak
juga pantangan yang harus dilakukan agar kondisi tubuhnya tidak drop.
“Saya
tidak mau minum obat terus menerus, nanti malah organ yang lain
kenapa-kenapa. Pasti ada cara agar saya tidak perlu minum obat seumur
hidup,” ucapnya.
MEMILIH ALTERNATIF
Bermodal tekad tersebut, ia rajin mengumpulkan segala informasi mengenai pengobatan HIV AIDS
dari internet. Gayung bersambut, ia pun menemukan situs yang memuat informasi mengenai penyembuhan HIV AIDS.
Meski
ia termasuk orang yang sulit percaya pada pengobatan alternatif, ketika
melihat testimoni di situs tersebut langsung percaya.
Saat
itu Donna datang dengan dibopong ayahnya karena sudah tak mampu
berjalan. Seperti yang diminta, ia membawa seluruh hasil pemeriksaan
laboratorium yang memastikan kondisinya.
Setelah diperiksa, ia diberi paket ramuan herbal dan hewani. Donna beralih memakai ramuan itu. Obat dari dokter ia tinggalkan.
Hasilnya,
kadar CD4-nya naik seperti semula setelah dua bulan menggunakan ramuan
tersebut. Hal ini sudah dibuktikan secara klinis melalui tes
laboratorium di rumah sakit tempat Donna biasa memeriksakan diri.
“Dokter juga bingung. Saya tetap disuruh minum obat antivirus, tapi obat tersebut tidak saya tebus,” ujarnya sambil tersenyum.
Kini
kondisi Donna telah kembali seperti sedia kala saat belum mengidap HIV.
“Saya sudah bisa jalan-jalan dan beraktivitas normal lagi. Bayangkan,
sebelumnya untuk berjalan saja saya harus dipapah,” ujarnya penuh
semangat.
Wanita yang telah kembali bekerja ini yakin dan optimis, ia bakal terbebas dari virus HIV, walau dengan jalan alternatif.
0 Response to "[Kisah Nyata - Repost] HIV Lenyap dari Tubuhnya"
Post a Comment