Babi
adalah binatang yang bagi agama Islam diharamkan untuk memakannya. Bagi
umat Islam diharamkan memakan daging babi, bangkai, darah dan binatang
yang disembelih tanpa menyebut nama Allah karena hal itu tertuang dalam
kitab suci Al-Qur’an.
Tentunya ada yang bertanya-tanya, mengapa babi diharamkan? Bukankah
semua ciptaan Allah itu baik dan ada manfaatnya? Lagipula daging babi
rasanya sangat lezat, bahkan ada yang mengatakan daging babi adalah
daging paling lezat. Biasanya jawabannya adalah seputar kesehatan. Babi
adalah binatang kotor yang pola hidupnya juga kotor, dan hampir semua
orang sudah tahu tentang hal itu.
Jawaban-jawaban tentang bahaya kesehatan yang ditimbulkan ketika
makan daging babi tentu masih bisa membuat ragu bagi sebagian orang,
terlebih dizaman modern dimana proses sterilisasi bisa dilakukan dengan
mesin canggih. Hingga ada sebuah dialog yang mempertanyakan hal
tersebut.
Seorang pria non muslim asal Prancis yang juga penikmat babi bertanya kepada seorang ulama:
“Kalian (umat Islam) mengatakan bahwa babi haram, karena ia memakan
kotoran dan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba-mikroba dan
bakteri-bakteri lainnya. Hal itu sekarang ini sudah tidak ada. Karena
babi diternak dalam peternakan modern, dengan kebersihan terjamin,
proses sterilisasi yang mencukupi. Bagaimana mungkin babi-babi itu
terjangkit cacing pita atau bakteri dan mikroba lainnya? Ditambah lagi
dimasak dengan suhu tinggi sehingga bila masih terdapat cacing pada
daging babi dipastikan bisa mati”.
Dalam menjawab pertanyaan yang diajukan orang Prancis ini, seorang
ulama dari Arab menjawabnya dengan meminta agar si penanya menyediakan:
3 ekor ayam terdiri dari 2 jantan dan 1 betina
3 ekor babi terdiri dari 2 jantan dan 1 betina
3 ekor babi terdiri dari 2 jantan dan 1 betina
Lalu kemudian, 3 ekor ayam itu dimasukkan dalam 1 ruang kandang. Coba
tebak apa yang terjadi? Ayam jantan dan ayam jantan lainnya saling
berkelahi dengan jantan memperebutkan si betina untuk dikawini, ayam
jantan yang keluar sebagai pemenang berhak mengawini si betina.
Hal semacam itu sering juga kita lihat di kampung-kampung yang
penduduknya memelihara ayam. Sering didapati ayam jantan berusaha saling
adu kekuatan untuk memperebutkan betina untuk dikawini.
Lalu sang ustadz juga meminta agar 3 ekor babi yang sudah disediakan
agar dimasukkan dalam 1 ruang kandang. Dan apakah yang terjadi? Kedua
pejantan babi itu malah saling bantu dalam menyetubuhi 1 babi betina,
kedua jantan itu saling bantu satu sama lain. Bahkan terkadang, jsantan
sesama jantan bersetubuh melalui anusnya. Dan yang lebih mengherankan
lagi, ternyata anak babi yang sudah berumur cukup dewasa itu menyetubuhi
betina yang ternyata ialah ibu kandungnya sendiri.
Dari sini, ustadz itu menjelaskan bahwa meski babi dianggap steril,
tetap saja kelakuannya itu yang akan membawa dampak buruk pada si
pemakan.
Sang ustadz mengatakan: “Karena itulah kalian pemakan daging babi
sangat mudah terjangkiti penyakit seks bebas, anak dibawa orang lain tak
dikenal, istri dipeluk cium orang lain tapi tidak marah, selingkuh asal
suka sama suka sudah merupakan hal biasa, tak jarang diantara kalian
melegalkan pernikahan sesama jenis, ini sudah seperti tingkah kaum nabi
Luth yang di azab!”.
Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi
hewan lain. Ia makan semua makanan di depannya. Jika perutnya telah
penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan
memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Memakan kotoran apa pun
di depannya, entah kotoran manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan memakan
kotorannya sendiri, hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di
hadapannya. Ia memakan sampah, busuk-busukan, dan kotoran hewan. Ia
adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya dalam
jumlah besar dan dalam waktu lama, jika dibiarkan.
Sehingga bagi umat Islam, manusia sebagai makhluk paling sempurna
tentu sangat merasa terhina jika harus memakan daging binatang yang
kotor jasad dan prilakunya.
Dari segi ilmiah pun diperoleh kenyataan bahwa babi tetap saja tidak
steril karena penyakit babi terdapat pada DNA-nya hingga sebersih apapun
perawatan dan kandangnya maka tetap saja penyakit babi tetap ada dan
tak dapat dihilangkan.
Satu lagi yang perlu diperhatikan bahwa DNA babi sangat mirip sekali
dengan DNA manusia. Bahkan seorang penjahat kanibal di Jerman yang
tertangkap kemudian ditanya: “Seperti apa rasanya daging manusia? Dia
menjawab: Seperti daging babi”.
Hal lain yang perlu diketahui juga bahwa cacing-cacing bahkan
telurnya saja tidak akan mati meski daging babi dimasak dengan suhu 100
derajat celcius. Cacing hanya akan mati jika dimasak dengan suhu yang
jauh lebih tinggi, namun suhu yang terlalu tinggi akan merusak daging
dan malah daging tersebutlah yang berbahaya bagi manusia meski
cacing-cacingnya mati.
Dari bentuk anatomi tubuhnya pun sudah ada tanda bahwa hewan yang
satu ini bukan untuk dikonsumsi. Babi tidak memiliki ruas leher sehingga
membuktikan bahwa binatang ini bukan untuk disembelih seperti ikan.
Lalu buat apa babi diciptakan jika tidak untuk dimakan?
Maka jawabannya adalah: di dalam tubuh babi ada hal yang bisa kita
petik pelajarannya dan kemudian kita hindari sebagaimana naluri kita
selalu berkata untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari pengaruh
virus flu atau bibit penyakit lainnya. Selain itu juga sebagai ujian
iman bagi pemeluk agama yang mengharamkannya, apakah akan taat pada
aturan tuhan atau malah melanggarnya. Wallahu A’lam Bish-Showab…
0 Response to "Membandingkan Perilaku Ayam & Babi, Sebuah Jawaban Telak Kenapa Babi Diharamkan"
Post a Comment