BELUM lama ini, seorang
penulis, Fahmi Basya, menerbitkan buku berjudul, “Borobudur dan
Peninggalan Nabi Sulaiman” yang isinya mengatakan, bahwa kata
patung-patung yang di maksud dalam Al-Quran surat Saba’ ayat 13 adalah
patung-patung yang berada di Candi Borobudur. Ia mengambil kutipan Surat
Saba’ : 13.
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman
apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung
dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap
(berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur
(kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima
kasih.” (QS: Saba’ : 13)
Fahmi Basya ( sang penulis) menafsirkan
jika patung yang di maksud dalam Al-Quran tersebut adalah patung-patung
yang berada di Candi Borobudur.
Lalu benarkah Nabi Sulaiman memerintahkan
kepada jin-jin yang ia tundukkan untuk membuat patung-patung yang ada di
Candi Borobudur?
Fahmi Basya juga mengklaim bahwa Candi Borobudur adalah istana peninggalan Nabi Sulaiman A.S. Benarkah klaim ini?
Dalam kaca mata Al-Quran dan Islam, adalah
sebuah perbuatan yang sangat mustahil jika seorang Nabi Shallahu
‘Alaihi Wassallam Allah suka terhadap seni patung dan memerintahkan
pengikutnya membuat patung, pembuatan patung juga sangat bertentangan
dengan filosofi agama Islam yang mengajarkan keTauhidan kepada Allah
Ta’ala dan melarang pemberhalaan dalam bentuk apapun.
Karena sesungguhnya misi dari Nabi
Shallahu ‘Alaihi Wassallam adalah agar manusia menyembah Allah yang maha
esa dan “memerangi” dari menyembah selain Allah, dalam hal ini termasuk
penyembahan terhadap berhala.
Sebagai buktinya,di dalam Al-Quran banyak
sekali ayat-ayat yang bercerita bagaimana Nabi Shallahu ‘Alaihi
Wassallam berhadapan dengan kaum mereka yang menyembah berhala, baik itu
berbentuk Shanam, Wathan , ataupun Nushub , salah
satunya adalah cerita dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang memerangi
berhala dengan menghancurkan patung-patung yang di jadikan berhala bagi
kaumnya, Allah Ta’ala menceritakan peristiwa tersebut di dalam Al-Quran :
“Mereka bertanya: ‘Apakah kamu, yang
melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?’ Ibrahim
menjawab: ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.’ Maka
mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata:
‘Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang- orang yang menganiaya (diri
sendiri).’ Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata):
Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahawa berhala-berhala
itu tidak dapat berbicara.’ Ibrahim berkata:, maka mengapakah kamu
menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit
pun tidak dapat pula memberi mudarat kepada kamu?’ Ah (celakalah) kamu
dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak
memahaminya?” (QS:al- Anbiya': 62-67)
Kemudian Nabi Muhammad sebagai “The last prophet” juga menghancurkan patung-patung yang menjadi berhala bagi kaum Qurays dan tanah Arab pada peristiwa Fathul Makkah
(pembebasan kota Makkah) yang ketika itu memiliki 360 berhala baik yang
berada di dalam dan di sekitar Ka’bah, bahkan pada saat mereka memiliki
berhala kecil yang di tempatkan di rumah mereka masing-masing. Pada
hari yang penuh bersejarah tersebut (Fathul Makkah) Nabi
Shallahu ‘Alaihi Wassallam dan para Sahabatnya menghancurkan 360
berhala-berhala yang berada di luar maupun di dalam Ka’bah, seraya
mengucapkan :
وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقاً
“Katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’ : 81).
Sikap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam terhadap patung-patung yang disembah sejalan lurus dengan
filosofi agama Islam yang sangat melindungi akidah pengikutnya agar
tidak terjerumus kepada penyembahan terhadap berhala dan bahaya
menyekutukan Allah Ta’ala (syirik).
Namun bukan berarti orang-orag Arab
jahiliyah tidak mengenal agama Tauhid (monotheisme) yang di bawa oleh
Nabi Ibrahim Alaihi Salam, mereka pada awalnya mengikuti agama Nabi
Ibrahim yang hanif, akan tetapi setelah beratus-ratus tahun mereka
menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Hal ini di karenakan
secara naluri manusia selalu tidak mampu mem-”visualisasikan” tuhannya
ketika beribadah, sehingga manusia selalu mencari “wasilah” sebagai
perantara kepada tuhannya, hal ini telah di akui oleh orang-orang
musyrik :
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.“( QS: Az-Zumar : 3)
Secara umum, akidah bangsa Arab jahiliyah
memahami fitrahnya sebagai manusia yang mengakui ke-esaan Allah (Tauhid
Rububiyyah) , firman Allah ta’ala :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada
mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab:
“Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah
Allah)?” (QS: az-Zukhruf : 87)
Bahkan mereka percaya bahwa Allah subhana Wa Ta’ala adalah Tuhan yang menciptakan alam semesta :
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ
بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan
kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” tentu mereka
akan menjawab: “Allah.” (QS: Lukman: 25)
Tetapi menurut pandangan Islam kondisi
seperti ini masih di katakan kafir dan musyrik. sebab mereka sudah
menyimpang dari tata cara yang benar dalam menyembah kepada Allah Ta’ala
( Tauhid uluhiyah), mereka tidak tunduk kepada aturan yang Allah Ta’ala
tetapkan, mereka membuat cara, ajaran, syariat sendiri dalam
mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala dengan cara membuat tuhan-tuhan
dari kayu dan batu untuk menjadi “wasilah” mereka dengan Allah Ta’ala.
Mereka lebih patuh kepada peraturan yang mereka buat sendiri untuk
mengganti hukum yang telah di turunkan dan di tetapkan Allah Subhanahu
Wata’a, tauhid inilah yang membedakan antara seorang muslim dan seorang
yang kafir.
Jenis Tauhid ini juga adalah inti dakwah
para Rosul dan setiap Rosul selalu memulai dakwahnya dengan perintah
Tauhid Uluhiyah, sebagaimana yang di ucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih,
Su’aib Alaihi Salam dan Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam.
0 Response to "Benarkah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman? [1]"
Post a Comment