Benarkah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman? [2]

Benarkah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman? [2]

Meskipun demikian semua nabi-nabi bersepakat di dalam masalah Tauhid (Yakni dalam meng-esakan) Allah Azza wa Jalla. 

AJARAN Islam juga tidak mengenal ikonisme , Islam melarang untuk menggambarkan Allah Azza wa Jalla, Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, walaupun dengan tujuan baik sekalipun, bahkan tidak di sarankan dalam hadits-hadits Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam penggambaran makhluk hidup baik itu manusia ataupun hewan. Tujuan utama anikonisme dalam Islam dimaksudkan sebagai tindakan untuk menghindarkan umat Islam dari penyembahan berhala.

Namun, Sekali lagi manusia cenderung menginginkan “wasilah” ketika menyembah tuhannya bahkan umat Kristiani sekalipun yang berasal dari agama Monotheisme memakai photo bunda maria sebagai “wasilah” untuk beribadah kepada tuhannya. Maka dalam hal ini, untuk menghindari “wasilah” tersebut, ikonisme dalam Islam tidak di perbolehkan.

Ikonisme berkaitan dengan gambar , simbol atau lambang yang memiliki nilai sakral dalam agama atau komunitas tertentu yang mana lambang tersebut terikat langsung dengan benda yang di lambangkannya, sebagai contoh : salib yesus yang di gantungkan pada dinding rumah umat kristiani.

Dan untuk menghilangkan “wasilah” antara hamba dengan tuhannya, maka Allah Ta’ala memperkenalkan kepada umat Islam konsep ihsan, dalam hadits yang panjang, Jibril yang menyerupai manusia datang kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam untuk mengajarkan kepada para sahabat apa itu Ihsan :

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ… قَالَ : فَأَخْبَرُنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : “…

…berkata (jibril) kabarkan kepadaku apakah Ihsan itu, berkata (Rasulullah ) Ihsaan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Namun apabila engkau tidak mampu melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu”…(HR: Bukhari )

Bahwa untuk beribadah kepada Allah Ta’ala seorang muslim tidak memerlukan “wasilah” yang akan merusak Tauhid Uluhiyah seseorang, konsep ihsan adalah jawaban Allah Subhanahu Wata’ala atas kebingungan orang-orang Arab jahiliyah dalam beribadah dan mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala.

Dari pemaparan penulis di sini, dapat di tarik kesimpulan jika nabi-nabi Allah Azza Wajallah tidak mungkin membuat patung-patung yang nantinya memiliki potensi untuk di jadikan berhala yang akan menjerumuskan pada Akidah yang sesat dengan menyekutukan (syirik) kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Pembaca mungkin akan bertanya-tanya, lalu bagaimana tafsir Al-Quran surah Saba Ayat 13 yang menyatakan bahwa Nabi Sulaiman membuat tamatsil patung-patung di istananya :

Ada 3 bantahan tafsir menurut penulis yang harus di cermati dan di pahami secara mendalam untuk mengerti tafsir ayat di atas.

Pertama, dalam ilmu bahasa Arab tamatsil (تَمَاثِيْلَ) secara bahasa adalah bentuk masdar yang plural berasal dari kata ( تَمْثِيْلاً – مَثَّلَ – يُمَثِّلُ ) yang artinya menggambarkan ( image ) , kata tamatsil ( تَمَاثِيْلَ ) di artikan oleh DEPAG. R.I. dalam bahasa Indonesia adalah : patung-patung, namun bukan sebuah patung-patung berhala yang bertujuan untuk di sembah selayaknya patung-patung jaman jahiliyah seperti Asnam ( الأسنام ) , awsan (الأوسا ن ) dan Ansab ( الأنصاب ).

Secara istilah tamatsil (تَمَاثِيْلَ ) adalah nama- nama dari setiap suatu buatan/ciptaan yang dibuat untuk menyerupai sesuatu yang dibuat oleh Allah. dalam bahasa Arab digunakan untuk setiap hal yang menyerupai yang ada di sekitar kita , apakah itu benda hidup seperti manusia, hewan, pohon, ataupun benda mati.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir yang di maksud dengan tamatsil (تَمَاثِيْلَ) dalam ayat tersebut adalah gambar-gambar yang ada di dinding , dengan dasar secara bahasa yang penulis paparkan, dapat di simpulkan bahwa kata Tamatsil ini bermakna gambar yang dibuat untuk Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam Sulaiman, bisa berupa gambar manusia, hewan, pemandangan alam atau berbagai jenis dekorasi yang menghiasi dinding istana bangunan Nabi Sulaiman, bila di sinkronkan pada jaman sekarang seperti lukisan yang di pajang dalam sebuah bingkai dan di gantungkan di dinding rumah.

Patut di ketahui bahwa semua nabi-nabi berdakwah di tengah-tengah bangsa Israel, sejak Nabi Musa termasuk tentu saja Nabi Sulaiman sampai dengan Nabi Isa adalah pengikut hukumTaurat, dan taurat jelas melarang berulang kali bahwa membuat patung manusia dan hewan benar-benardi larang. Hal ini berlanjut sampai pada hukum Al-Quran yang di bawa nabi terakhir yaitu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.” (Kel 20: 4).

“Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah TUHAN, Allahmu.” (Levit, 26: 1).

“Terkutuklah orang yang menerbitkan setiap patung atau patung tuangan, suatu kekejian bagi Tuhan, karya tangan pengrajin, dan menanggalkan di tempat rahasia.” (Ul, 27:. 15).

 Ilustrasi patung berhala sebagai wasilah mereka kepada Allah Ta’ala di film umar bin khatab 
Ilustrasi patung berhala sebagai wasilah mereka kepada Allah Ta’ala di film umar bin khatab

Dalam ayat-ayat Injil jelas tertulis jika pembuatan patung-patung makhluk hidup adalah di larang keras, jadi yang di maksud Tamatsil di sini adalah hiasan dinding istana yang bukan makhluk bernyawa, bisa berupa gambar alam atau motif bunga-bunga yang indah sama sekali bukan sebuah patung yang dapat menjerumuskan bagi yang melihatnya ke dalam penyembahan berhala seperti persangkaan Fahmi Basya dengan Candi Borobudur-nya.

Kedua, kemungkinan kecil, di jaman Nabi Sulaiman ada pengecualian tentang gambar di dinding, karena setiap detail rincian syariat yang Allah Ta’ala turunkan kepada nabi -nabiya berbeda- beda, antara satu umat dengan umat lainnya di sesuaikan dengan keadaan masing-masing, ahli Taurat, ahli Injil, memiliki syariat dan manhaj (jalan yang terang) sendiri-sendiri, demikian pula dengan Al-Quran.
Meskipun demikian semua nabi-nabi bersepakat di dalam masalah Tauhid (Yakni dalam meng-esakan) Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

هُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً

“Untuk tiap-tiap ummat diantara kamu, kami berikan syariat dan manhaj.” (QS: Al-Maidah: 48)

Ketiga, yang harus dipahami adalah: menurut “ijtihad tafsir” penulis , kebanyakan umat terdahulu tersesat dengan menyembah patung berhala karena di sesatkan oleh bisikan setan bukan semata-mata karena sebuah Tamatsil gambar di dinding sebuah istana :

وَجَدتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِن دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ

“Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan perbuatan (buruk)mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah)….(QS: An-Naml : 24).

Akan tetapi, umat Nabi Sulaiman mendapati godaan dan bujuk-rayu syetan yang minimalis di sebabkan Jin Ifrit ( yang nota-bene-nya sebagai pemimpin para syetan) telah di tundukkan oleh Nabi Sulaiman otomatis sangat sedikit godaan dari para setan bagi umat-Nya untuk menyembah berhala. Apabila mereka (para syetan) tidak patuh atau membangkang terhadap instruksi Nabi Sulaiman, Allah Azza Wa Jalla akan mengazabnya dengan keras.

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ

“Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.” (QS: Saba’ : 12 ).
Demikian juga pada surah Shaad:

فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاء حَيْثُ أَصَابَ
وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاء وَغَوَّاصٍ

“Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakiNya. Dan (kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam. Dan syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu.” (QS. Shaad : 36 – 38).

Bahkan Jin Ifrit bersedia membantu beliau untuk memindahkan singgasana Ratu Balqis ke tempat kediamannya :

“Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”(QS: An-Naml : 39 ).

Jin Ifrit mengatakan, “Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”, hal ini mengisyaratkan jika godaan syetan sangat sedikit di jaman Nabi Sulaiman sebab pemimpin mereka saja patuh, tunduk dan menjadi pelayan setia raja dan nabi manusia.

Dari 3 bantahan tafsir di atas, penulis lebih berat kepada bantahan yang pertama, sedangkan untuk bantahan yang kedua dan yang ketiga tidak menutup kemungkinan adanya kebenaran dalam iIjtihad tafsir tersebut, wallahu A’lam. *

Penulis adalah tamatan jurusan dakwah dan pemikiran Islam di kuliah dakwah Islamiyah tripoly-Libya 2005-2010), email : yusufisme.13@gmail.com

0 Response to "Benarkah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman? [2]"