Meskipun demikian semua nabi-nabi bersepakat di dalam masalah Tauhid (Yakni dalam meng-esakan) Allah Azza wa Jalla.
AJARAN Islam juga tidak
mengenal ikonisme , Islam melarang untuk menggambarkan Allah Azza wa
Jalla, Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam, walaupun dengan tujuan baik sekalipun, bahkan tidak di
sarankan dalam hadits-hadits Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam
penggambaran makhluk hidup baik itu manusia ataupun hewan. Tujuan utama
anikonisme dalam Islam dimaksudkan sebagai tindakan untuk menghindarkan
umat Islam dari penyembahan berhala.
Namun, Sekali lagi manusia cenderung
menginginkan “wasilah” ketika menyembah tuhannya bahkan umat Kristiani
sekalipun yang berasal dari agama Monotheisme memakai photo bunda maria
sebagai “wasilah” untuk beribadah kepada tuhannya. Maka dalam hal ini,
untuk menghindari “wasilah” tersebut, ikonisme dalam Islam tidak di
perbolehkan.
Ikonisme berkaitan dengan gambar , simbol
atau lambang yang memiliki nilai sakral dalam agama atau komunitas
tertentu yang mana lambang tersebut terikat langsung dengan benda yang
di lambangkannya, sebagai contoh : salib yesus yang di gantungkan pada
dinding rumah umat kristiani.
Dan untuk menghilangkan “wasilah” antara
hamba dengan tuhannya, maka Allah Ta’ala memperkenalkan kepada umat
Islam konsep ihsan, dalam hadits yang panjang, Jibril yang menyerupai
manusia datang kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassallam untuk mengajarkan
kepada para sahabat apa itu Ihsan :
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ،
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ… قَالَ : فَأَخْبَرُنِيْ
عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : “…
…berkata (jibril) kabarkan kepadaku
apakah Ihsan itu, berkata (Rasulullah ) Ihsaan adalah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Namun apabila engkau tidak
mampu melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu”…(HR: Bukhari )
Bahwa untuk beribadah kepada Allah Ta’ala
seorang muslim tidak memerlukan “wasilah” yang akan merusak Tauhid
Uluhiyah seseorang, konsep ihsan adalah jawaban Allah Subhanahu Wata’ala
atas kebingungan orang-orang Arab jahiliyah dalam beribadah dan
mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala.
Dari pemaparan penulis di sini, dapat di
tarik kesimpulan jika nabi-nabi Allah Azza Wajallah tidak mungkin
membuat patung-patung yang nantinya memiliki potensi untuk di jadikan
berhala yang akan menjerumuskan pada Akidah yang sesat dengan
menyekutukan (syirik) kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Pembaca mungkin akan bertanya-tanya, lalu
bagaimana tafsir Al-Quran surah Saba Ayat 13 yang menyatakan bahwa Nabi
Sulaiman membuat tamatsil patung-patung di istananya :
Ada 3 bantahan tafsir menurut penulis yang harus di cermati dan di pahami secara mendalam untuk mengerti tafsir ayat di atas.
Pertama, dalam ilmu bahasa Arab tamatsil
(تَمَاثِيْلَ) secara bahasa adalah bentuk masdar yang plural berasal
dari kata ( تَمْثِيْلاً – مَثَّلَ – يُمَثِّلُ ) yang artinya
menggambarkan ( image ) , kata tamatsil ( تَمَاثِيْلَ )
di artikan oleh DEPAG. R.I. dalam bahasa Indonesia adalah :
patung-patung, namun bukan sebuah patung-patung berhala yang bertujuan
untuk di sembah selayaknya patung-patung jaman jahiliyah seperti Asnam ( الأسنام ) , awsan (الأوسا ن ) dan Ansab ( الأنصاب ).
Secara istilah tamatsil
(تَمَاثِيْلَ ) adalah nama- nama dari setiap suatu buatan/ciptaan yang
dibuat untuk menyerupai sesuatu yang dibuat oleh Allah. dalam bahasa
Arab digunakan untuk setiap hal yang menyerupai yang ada di sekitar kita
, apakah itu benda hidup seperti manusia, hewan, pohon, ataupun benda
mati.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir yang di maksud dengan tamatsil
(تَمَاثِيْلَ) dalam ayat tersebut adalah gambar-gambar yang ada di
dinding , dengan dasar secara bahasa yang penulis paparkan, dapat di
simpulkan bahwa kata Tamatsil ini bermakna gambar yang dibuat untuk Nabi
Shallahu ‘Alaihi Wassallam Sulaiman, bisa berupa gambar manusia, hewan,
pemandangan alam atau berbagai jenis dekorasi yang menghiasi dinding
istana bangunan Nabi Sulaiman, bila di sinkronkan pada jaman sekarang
seperti lukisan yang di pajang dalam sebuah bingkai dan di gantungkan di
dinding rumah.
Patut di ketahui bahwa semua nabi-nabi
berdakwah di tengah-tengah bangsa Israel, sejak Nabi Musa termasuk tentu
saja Nabi Sulaiman sampai dengan Nabi Isa adalah pengikut hukumTaurat,
dan taurat jelas melarang berulang kali bahwa membuat patung manusia dan
hewan benar-benardi larang. Hal ini berlanjut sampai pada hukum
Al-Quran yang di bawa nabi terakhir yaitu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam.
“Jangan membuat bagimu patung yang
menyerupai apapun apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di
bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.” (Kel 20: 4).
“Janganlah kamu membuat berhala bagimu,
dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu
berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah
kepadanya, sebab Akulah TUHAN, Allahmu.” (Levit, 26: 1).
“Terkutuklah orang yang menerbitkan setiap
patung atau patung tuangan, suatu kekejian bagi Tuhan, karya tangan
pengrajin, dan menanggalkan di tempat rahasia.” (Ul, 27:. 15).
Dalam ayat-ayat Injil jelas tertulis jika pembuatan patung-patung makhluk hidup adalah di larang keras, jadi yang di maksud Tamatsil
di sini adalah hiasan dinding istana yang bukan makhluk bernyawa, bisa
berupa gambar alam atau motif bunga-bunga yang indah sama sekali bukan
sebuah patung yang dapat menjerumuskan bagi yang melihatnya ke dalam
penyembahan berhala seperti persangkaan Fahmi Basya dengan Candi
Borobudur-nya.
Kedua, kemungkinan kecil, di
jaman Nabi Sulaiman ada pengecualian tentang gambar di dinding, karena
setiap detail rincian syariat yang Allah Ta’ala turunkan kepada nabi
-nabiya berbeda- beda, antara satu umat dengan umat lainnya di sesuaikan
dengan keadaan masing-masing, ahli Taurat, ahli Injil, memiliki syariat
dan manhaj (jalan yang terang) sendiri-sendiri, demikian pula dengan
Al-Quran.
Meskipun demikian semua nabi-nabi bersepakat di dalam masalah Tauhid
(Yakni dalam meng-esakan) Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
هُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً
“Untuk tiap-tiap ummat diantara kamu, kami berikan syariat dan manhaj.” (QS: Al-Maidah: 48)
Ketiga, yang harus dipahami
adalah: menurut “ijtihad tafsir” penulis , kebanyakan umat terdahulu
tersesat dengan menyembah patung berhala karena di sesatkan oleh bisikan
setan bukan semata-mata karena sebuah Tamatsil gambar di dinding sebuah
istana :
وَجَدتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ
لِلشَّمْسِ مِن دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ
فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ
“Aku mendapati dia dan kaumnya
menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan terasa
indah bagi mereka perbuatan perbuatan (buruk)mereka, sehingga
menghalangi mereka dari jalan (Allah)….(QS: An-Naml : 24).
Akan tetapi, umat Nabi Sulaiman mendapati
godaan dan bujuk-rayu syetan yang minimalis di sebabkan Jin Ifrit ( yang
nota-bene-nya sebagai pemimpin para syetan) telah di tundukkan oleh
Nabi Sulaiman otomatis sangat sedikit godaan dari para setan bagi
umat-Nya untuk menyembah berhala. Apabila mereka (para syetan) tidak
patuh atau membangkang terhadap instruksi Nabi Sulaiman, Allah Azza Wa
Jalla akan mengazabnya dengan keras.
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ
وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ
مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ
أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ
“Dan Kami (tundukkan) angin bagi
Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan
sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan
(pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. dan sebahagian dari jin
ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin
Tuhannya. dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami,
Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.” (QS: Saba’ : 12 ).
Demikian juga pada surah Shaad:
فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاء حَيْثُ أَصَابَ
وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاء وَغَوَّاصٍ
وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاء وَغَوَّاصٍ
“Kemudian Kami tundukkan kepadanya
angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang
dikehendakiNya. Dan (kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan
semuanya ahli bangunan dan penyelam. Dan syaitan yang lain yang terikat
dalam belenggu.” (QS. Shaad : 36 – 38).
Bahkan Jin Ifrit bersedia membantu beliau untuk memindahkan singgasana Ratu Balqis ke tempat kediamannya :
“Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari
golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu
kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku
benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”(QS: An-Naml : 39 ).
Jin Ifrit mengatakan, “Sesungguhnya aku
benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”, hal ini
mengisyaratkan jika godaan syetan sangat sedikit di jaman Nabi Sulaiman
sebab pemimpin mereka saja patuh, tunduk dan menjadi pelayan setia raja
dan nabi manusia.
Dari 3 bantahan tafsir di atas, penulis
lebih berat kepada bantahan yang pertama, sedangkan untuk bantahan yang
kedua dan yang ketiga tidak menutup kemungkinan adanya kebenaran dalam
iIjtihad tafsir tersebut, wallahu A’lam. *
Penulis adalah tamatan jurusan dakwah
dan pemikiran Islam di kuliah dakwah Islamiyah tripoly-Libya 2005-2010),
email : yusufisme.13@gmail.com
0 Response to "Benarkah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman? [2]"
Post a Comment