Indonesia menjadi tempat lahirnya para ilmuwan besar. Jangan lagi memandang sebelah mata pada kemampuan anak negeri.
Jantung Warsito berdegup kencang. Nyaris copot. Mata membelalak. Memelototi selembar kertas di tangan. Tubuh gemetar. Menahan emosi. Isi surat itu benar-benar membakar hati.
Dia termenung. Tatapan mata kosong, jauh
menerawang. Mengenang peristiwa kelam 12 tahun silam. Saat Warsito
nyaris gila karena kehilangan hasil riset belasan tahun.
"Dua belas tahun yang lalu hari-hari
ini, saya kehilangan data riset saya hasil kerja selama 15 tahun," tulis
Warsito pada akun Facebook, 30 November, tahun lalu.
Pada hari nahas itu, laptop terakhirnya
rusak. Berhari-hari komputer jinjing itu dipaksa bekerja, menjalankan
program data pemindaian. Bidang yang dia teliti. Hati bertambah lara. Sebab, dua komputer
penyimpan data cadangan hangus terbakar setelah disambar petir. Bayang
kegagalan menghantui. Langit seolah runtuh. Kiamat!
Dan secarik kertas di tangan itu kembali
membuka luka lamanya. Surat dari lembaga di negeri ini meminta
penutupan klinik, tempat meneliti alat pembasmi kanker!
"Tak ada tempat buat saya di Indonesia?" kesah pria bernama lengkap Warsito Purwo Taruno itu.
***
1. Warsito
Warsito adalah salah satu ilmuwan
terbaik Indonesia. Hasil karya pria kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah,
itu telah diakui dunia. Dialah penemu alat pemindai empat dimensi (4D)
berbasis teknologi Electrical Capacitance Volume-Tomography (ECVT).
Alat ini tercipta setelah tragedi
komputer itu. Ketekunan dan kesabaran yang ditanamkan sang ibu sangat
membantu Warsito. Dengan susah payah, dia susun kembali riset yang
musnah itu. Dari nol.
Puing-puing riset itu dia kumpulkan.
Diutak-atik dalam ruko di Tangerang yang disulap menjadi laboratorium.
Dari ruang mungil itu, saat warsa 2004, lahirlah ECVT. Teknologi
pemindaian tiga dimensi (3D), dengan obyek bergerak berkecepatan tinggi,
sehingga menghasilkan citra 4D.
Alat ini fungsinya mirip dengan USG di
dunia medis. Namun jauh lebih canggih. ECVT bisa memindai yang terdiri
dari sistem sensor, sistem data akuisisi, dan perangkat komputer untuk
kontrol, mampu memindai tanpa menyentuh obyek.
Bahkan obyek skala nano dan yang bergerak dengan kecepatan tinggi pun bisa terlihat. Mengagumkan. Alat spektakuler itu menjadi buah bibir
ilmuan sejagat. Diincar berbagai negara. Pada 2006, Lembaga Antariksa
Amerika Serikat (NASA) menjadi yang pertama pengguna karya Warsito ini.
Alat itu dipakai untuk pengembangan
sistem pemindaian di pesawat ulang-alik. Tahun itu pula, alat ini
dipatenkan di negeri Paman Sam.
Tapi, pria yang lahir pada 15 Mei 1967
ini tak cepat puas. Lulusan Teknik Kimia Tokyo International Japanese
School ini terus mengembangkan temuan itu. Riset itu kemudian dia
kembangkan untuk kepentingan medis.
Pengembangan itu berawal dari vonis
kanker yang dijatuhkan dokter kepada kakaknya, Suwarni. Kanker payudara
itu menggerogoti tubuh. Penyakit itu sudah diangkat. Tapi tetap tumbuh.
Segala macam pengobatan sudah dijalani.
Termasuk kemoterapi yang efeknya banyak ditakutkan. Suwarni putus asa.
Apalagi simpanan nyaris tandas. Sel kanker yang sudah masuk stadium 4
itu terus menyebar.
Kondisi itu membuat Warsito prihatin.
Alumnus magister Teknik Kimia dari Shizouka University Jepang ini
mahfum, bahwa sebuah sel punya gelombang listrik yang bisa berinteraksi
dengan gelombang listrik lain yang dipaparkan padanya.
Warsito juga sudah membuktikan, medan
listrik bisa menghambat sel kanker. Terapi di luar negeri menunjukkan
gelombang listrik berdaya tinggi menimbulkan reaksi pada sel kanker.
Dari praktik itu, Doktor Teknik Elektro
dari Shizouka University ini punya kesimpulan bahwa gelombang listrik
berdaya rendah juga bisa memberi efek pada sel kanker yang sedang
membelah diri jika dipaparkan terus menerus.
Kesimpulan itu dicoba di laboratorium.
Gelombang listrik berdaya rendah dipaparkan pada sel kanker in vitro
alias yang ditumbuhkan di laboratorium.
Hasilnya mengejutkan, perkembangan sel
kanker tertahan. Rupanya, gelombang listrik mengacaukan pembelahan
sel-sel kanker. Bahkan bisa hancur.
Dari penelitian ini, dibuatlah sebuah
alat berbentuk rompi. Alat itu dipakai untuk terapi selama sebulan oleh
Surwarni yang sudah putus harapan. Hasilnya mencengangkan. Sel kanker
Suwarni sirna. Saat periksa ke dokter, semua normal.
Alat baru yang ditemukan Warsito itu
dinamakan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT). Merupakan turunan
ECTV, alat yang sebelumnya juga ditemukan oleh Warsito.
ECCT dan ECVT setara dengan radioterapi
untuk terapi dan CT scan untuk pemindai dengan sumber gelombang
elektromagnet pengion. Bedanya, ECVT dan ECCT memanfaatkan sifat dasar
biofisika sel dan jaringan. Alat ini memberikan harapan besar untuk
terapi kanker berbasis gelombang energi non-radiasi.
“Dengan ECCT misalnya kasus yang sudah
tidak ada jalan keluar sebelumnya seperti kanker di tengah batang otak
atau kanker yang sudah menyebar ke seluruh tubuh masih mungkin
dibersihkan (dibersihkan, tanpa tanda kutip) dengan ECCT,” tulis
Warsito.
Dan alat yang sudah diteliti sejak 2010
ini dikembangkan menjadi empat bagian, brain activity scanner, breast
activity scanner, brain cancer electro capacitive therapy, dan breast
cancer electro capacitive therapy.
Keberhasilan Warsito itu menyebar dari
mulut ke mulut. Banyak pengidap kanker datang. Melakukan terapi dengan
alat ciptaan Warsito. Beberapa mengaku mengalami perbaikan kondisi
kesehatan.
Sama dengan ECVT. Alat ECCT ini juga
membetot mata dunia. Banyak negara mengantre untuk mempelajari alat ini.
Warsito sudah menggelar pelatihan di Warsawa, Polandia. Kanada, AS,
Australia, Singapura, Malaysia, Sri Lanka, Rusia, Dubai, Arab Saudi, dan
India, sudah mengantre.
Meski demikian, Warsito mengalami
kendala di dalam negeri. Khasiat alat yang digandrungi berbagai negara
itu dinyatakan belum terbuksi secara ilmiah. Dan karena isi surat resmi
yang dipegang itu, tempat penelitian Warsito ditutup pada 27 Januari
yang lalu. Sebanyak 100 karyawan dirumahkan.
***
2. Khoirul Anwar
Tak hanya Warsito. Indonesia telah melahirkan banyak ilmuwan besar. Sebut saja Khoirul Anwar. Dunia bangga pada pria kelahiran Kediri 22 Agustus 1978 ini.
Berkat dia manusia bisa menikmati
layanan internet dengan kecepatan tinggi atau disebut fourth generation
technology atau karib disebut 4G LTE (Long Term Evolution).
Sama dengan Warsito. Jalan Anwar
menemukan teknologi ini juga tak mudah. Dia bahkan menjadi bahan
tertawaan ilmuwan Jepang –tempatnya bermukim kini. Dia bawa ide itu ke
Australia. Sama saja. Dia tetap menerima olok-olok.
Namun pada 2008, tanpa diduga,
International Telecommunication Union (ITU) yang berbasis di Genewa,
Swiss, menetapkan teknologi 4G sebagai standar telekomunikasi.
Ternyata, standar tersebut mengunakan
prinsip kerja temuan Anwar. Dunia tercengang oleh teknologi yang
dikembangkan tukang gembala dari Kediri yang sempat ditertawakan itu.
3. Baharudin Jusuf Habibie
Masih kurang? Jangan lupa dengan maestro
pesawat terbang kita, Baharudin Jusuf Habibie. Dunia mengakui kualitas
mantan presiden Indonesia itu. Tak ada yang ragu dengan kemampuannya
membuat burung besi. Saat ilmuwan di sekujur Bumi bingung
kelimpungan mencari solusi untuk mencegah kecelakaan akibat keretakan
pada bagian sayap, putra Parepare ini muncul dengan “Faktor Habibie”.
Konsep yang dibawa Habibie itu mampu
menciptakan pesawat yang sangat aman untuk penerbangan. Habibie dicintai
oleh Jerman, tempatnya menenggak ilmu. Namun tetap memilih Indonesia.
Warsito, Khoirul, dan Habibie, adalah
bukti bahwa Indonesia menjadi tempat lahirnya para ilmuwan besar. Jangan
lagi memandang sebelah mata pada kemampuan anak negeri.
Jangan lagi apriori. Seperti pertanyaan
yang selalu meresahkan hati Habibie ini: “Apa mungkin orang Indonesia
bisa bikin pesawat terbang? Orang Indonesia memang gemar bersikap sinis
dan mengejek diri sendiri.”
Sumber :dream
Silakan share jika bermanfaat >>>
0 Response to "Inilah Ilmuwan-Ilmuwan Besar Indonesia, Siapa Saja Mereka...?"
Post a Comment