SERAMBI/BUDI FATRIA
PADA umat-umat terdahulu sebelum Nabi Muhammad
diutus sebagai rasul pamungkas, Allah selalu mengutus para nabi atau
rasul yang memimpin mereka. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia
digantikan oleh yang lainnya, sebagaimana firman Allah:
“Kemudian kami utus kepada umat-umat itu rasul-rasul Kami secara berturut-turut.
Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya,
maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dan
Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi
orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-Mu’min: 44).
Kata ‘tatra‘ pada ayat di atas bermakna, mutatabi’ah
atau berturut-turut. Jadi, setiap seorang Nabi meninggal, maka ia akan
digantikan oleh nabi lainnya untuk mengajak manusia kepada agama Allah,
menjelaskan yang lurus dan yang sesat, serta mengeluarkan menusia dari
kegelapan kekufuran menuju terangnya cahaya iman (minaz zhulumati ilan-nur).
Saat Muhammad Rasulullah sebagai penutup para nabi dan, tidak akan
ada lagi nabi-nabi yang akan diutus pasca kematiannya, maka, Allah
menjadikan para ulama sebagai pengganti para nabi dan rasul, untuk
melanjutkan estafet dakwah nabi akhir zaman itu, menyebarkan kebaikan,
memberi tuntunan pada umat, kabar gembira, memberi peringatan, hingga
terjun mencegah segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan, sebagaimana
sabda Rasulullah, “Ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak
mewariskan dinar atau dirham, namun mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa
yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak. (H.R.
Tirmidzi, no. 2682).
Ulama bertugas mengajak manusia kepada agama Allah, memberikan
pengetahuan pada umat, dan menyebarkan kebaikan yang dibawa oleh Nabi.
Dengan demikian, para ulama menempati posisi dan menggantikan tugas nabi
di tengah umat. Ulama di tengah umat laksana para nabi di tengah Bani
Israil, dalam posisinya sebagai penyampai dakwah kepada umat manusia,
membina, mengajar, dan menjadi suri teladan bagi masyarakat luas.
Begitulah para ulama yang datang silih berganti untuk umat dari
generasi ke geberasi. Dengan kehadiran mereka hingga ilmu masih ada,
sebaliknya dengan kepergian mereka, ilmu ikut pergi, inilah dimaksud
dengan Sabda Nabi, Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari
manusia tapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Hingga bila
tidak tersisa lagi seorang ulama pun, maka manusia akan memilih para
pemimpin jahil, maka mereka memberi fatwa dengan tanpa dasar ilmu,
sehingga mereka sesat dan menyesatkan, (HR. Bukhari, no. 100).
Keberadaan ulama di tengah umat adalah amanah, dan sebuah jaminan
akan terjaganya ajaran Islam yang benar, tanpa kehadiran ulama juga
menjadi garansi akan merebakanya kesesatan dan naiknya pemimpin formal
dan kultural yang jahil dan rela menjual agama, mengeluarkan fatwa yang
sesat lagi menyesatkan. Maka, Allah menjamin bahwa selalu ada ulama yang
menjadi penerang umat, penuntun ke jalan benar hingga kiamat datang.
Sabda Nabi, Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tanpil
melawan kebenaran, mereka tidak merasa dirugikan dengan orang-orang yang
menelantarkan mereka, hingga datang ketetapan Allah berupa kiamat
sedang mereka tetap dalam keadaan demikian.
Maka para ulama akan tetap eksis hingga sangkakala tutup dunia ditiup
Malaikat Israfil, di lain pihak, ilmu akan terus-menerus mengalami
penyusutan, kejahilan merajalela dan kepalsuan, dusta, kebatilan dipoles
sehingga terlihat seperti kebenaran.
Banyak pembaca dan penghafal Al-Qur’an namun banyak yang tidak paham
dan melanggar tuntunan wahyu. Dalam situasi cheos seperti ini, ulama
harus tanpil menjadi solusi problematika umat. Dan bila umat sudah
kembali pada ulama, maka inilah sebuah pertanda kebaikan dan eksistensi
ulama sebagai pewaris para nabi.
Fenomena Gafatar
Beberapa hari terakhir ini, Indonesia kembali digemparkan dengan ulah
salah satu kelompok aliran sesat bernama Gafatar singkatan dari
“Gerakan Fajar Nusantara” yang dulu bernama “Al-Qiyadah Al-Islamiyah”.
Karena nama yang terkahir ini sudah diblacklist oleh MUI dan
Pemerintah, mereka pun berubah nama menjadi Gafatar, ajaran, manhaj,
akidahnya pun sama. Bahkan, nabi mereka tetap Mushaddeq yang kini masih
dikerangkeng. Namun, ulah Gafatar terlihat lebih konyol dan vulgar sebab
mereka mangajak anggotanya seluruh Indonesia untuk melakukan eksodus ke
Kalimantan, ini tak jauh beda dengan An-Nadzir yang ada di Samata Gowa,
mereka seakan-akan mendirikan negara dalam negara.
Saya setuju apa yang disampaikan Sekertaris MUI Jabar Rafani Achyar sebagaimana dikutif Tribun Pontianak
(13/1/2016) bahwa, Gafatar adalah reinkarnasi Al-Qiyadah Al-Islamiyah
walau baju yang dipakai gerakan sosial karena itu menarik. Setelah
masyarakat sudah sering berkomunikasi dan dibentuk komunitas, paham dan
doktrin sesat mereka masuk.
Untunglah kita memiliki lembaga keulamaan yang berhak menentukan dan
merumuskan jenis ajaran yang menyimpang, yaitu Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Setidaknya ada sepuluh kriteria yang ditetapkan oleh MUI.
Pertama, mengingkari rukun iman dan rukun Islam.
Kedua, meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw).
Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an.
Keempat, mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran.
Kelima, melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
Keenam, mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam. Ketujuh, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan
rasul terakhir.
Kesembilan, mengubah pokok-pokok ibadah yang telah
ditetapkan syariah.
Kesepuluh, mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Melihat kriteria aliran sesat yang ditetapkan MUI Pusat tersebut,
maka saya melihat Gafatar adalah aliran sesat yang sangat sempurna,
hampir semua kriteria masuk di dalamnya. Melanggar poin kedelapan saja,
dengan meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, maka secara total keislaman seseorang akan rontok alias batal.
Dengan berpatokan oleh rumusan kriteria aliran sesat di atas, maka
tidak susah mendiagnosa ajaran sesat yang diamalkan oleh golongan mana
pun, termasuk dapat dijadikan sebagai alat untuk membendung dan
meringkus penganut aliran Gafatar. Wallahu A’lam!
Oleh: M Ilham Kadir
Penulis Wasekjen Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Sulsel
Sumber :hidayatullah
Silakan share jika bermanfaat >>>
0 Response to "Gafatar Reinkarnasi Al-Qiyadah Al-Islamiyah?"
Post a Comment