Warga muslim terpaksa salat di rumput, karena Masjid Murfreesboro di AS ditutup pemkot setempat. ©The Daily News Journal |
Sejak serangan teroris pada 11 September 2001, warga yang paling
resah di Amerika Serikat adalah kelompok muslim. Mereka selalu
dipersalahkan atas kelakuan fundamentalis yang tak jelas asal-usulnya.
Walau dua presiden berlalu, kondisi di akar rumput terus panas. Sekam
kebencian mayoritas kulit putih terhadap kelompok muslim tetap muncul,
sesekali meletup menjadi kekerasan berdarah.
Di satu sisi, muncul ketertarikan warga AS untuk mempelajari Islam
kepada sumber-sumber kredibel. Tapi kalangan konservatif tetap
memunculkan propaganda menyudutkan agama Islam. Setali tiga uang, media
massa di Negeri Paman Sam selalu melabeli pelaku kejahatan beragama
Islam sebagai 'teroris'. Tapi sebutan yang sama tidak dipakai bila
pelakunya kulit putih.
Pekan lalu, diskriminasi dan kekerasan terhadap umat muslim masih
muncul di AS. Yakni penumpang berhijab yang dilarang memesan minuman
kaleng karena dicurigai hendak memakainya sebagai senjata. Ada pula
kabar baik, ketika perempuan yang dipecat karena memakai kerudung
dimenangkan oleh Mahkamah Agung AS.
Tapi intinya hidup umat muslim di Negeri Adi Kuasa itu ternyata belum
nyaman walau insiden 11 September sudah lama berlalu. Terbukti, selama
2013, ada 160 kasus penyerangan terhadap umat muslim ataupun masjid.
Apa saja nestapa umat muslim di AS? Sila membaca rangkumannya oleh merdeka.com berikut ini:
1. Dilarang Pesan Minuman Kaleng
Dosen muslim bernama Tahera Ahmad dari
Universitas Northwestern, Amerika Serikat, dilarang meminum minuman
bersoda dari kaleng yang masih ditutup di dalam pesawat oleh pramugari
karena khawatir kaleng minuman itu dijadikan senjata.
Surat kabar the Daily Mail melaporkan, Ahad (31/5), peristiwa itu
terjadi dalam penerbangan dari Kota Chicago menuju Washington D.C di
maskapai Shuttle America. Tahera rencananya akan menghadiri sebuah
konferensi.
Tahera mengatakan kejadian itu disebabkan karena agamanya muslim dan itu sudah membuatnya malu.
"Kami tidak diperbolehkan memberi minuman kaleng yang masih tertutup
kepada penumpang karena itu bisa dijadikan senjata di pesawat," kata
Tahera menirukan ucapan sang pramugari.
Pengakuannya yang disebar lewat Facebook itu memicu kecaman masyarakat. Maskapai ini terancam hendak diboikot, sebelum akhirnya meminta maaf.
Tahera rupanya pernah mendapat penghargaan dari Gedung Putih karena
jasanya bagi komunitas muslim Amerika. Dia bahkan pernah mengunjungi
Afganistan atas nama Kementerian Luar Negeri Amerika.
2. Sering dibakar
Di kota besar seperti New York, California, atau Chicago, toleransi antar umat beragama memang tinggi. Tapi kondisi berbeda dialami warga muslim yang hidup di pedalaman Amerika Serikat, khususnya di negara bagian basis kelompok konservatif.
Contohnya adalah umat muslim di Kota Joplin, Negara Bagian Missouri.
Selama 2012-2013, masjid satu-satunya di kota itu dibakar beberapa kali.
Pelakunya tidak pernah tertangkap walau kasus ini ditangani FBI.
Akibat insiden itu, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) meminta seluruh warga muslim di Amerika Serikat waspada.
4. Berjuang Dua Tahun Baru Bisa Shalat di Masjid
Kisah nestapa lain dialami Takmir
Masjid dan Pusat Kajian Islam Kota Murfreesboro, Negara Bagian
Tennessee. Hampir 10 tahun mereka dilarang mendirikan tempat ibadah.
Sepanjang 2010-2012, Masjid darurat Murfreesboro mengalami pelbagai
vandalisme, mulai dari coretan dinding sampai dilempari bom molotov.
Setelah dua tahun lebih berjuang bangunan mereka akhirnya diizinkan
beroperasi pemerintah. Pengacara takmir menang di Pengadilan Tinggi
Memphis kendati warga sekitar menggugat keberadaan tempat ibadah umat
muslim itu.
Selama ramadan 2011, segelintir jamaah nekat beribadah di halaman rumput masjid meski masih ada protes dari warga sekitar.
Imam masjid Usamah Bahlul mengaku bingung mengapa penduduk sekitar
mendadak memusuhi kalangan muslim. "Kami bukan tiba-tiba ada di kota
ini, kami sudah tinggal tiga dekade. Apa salah kami?" tanya Bahlul.
5. Berhijab, Wanita ini Ditolak Kerja
Samantha Elauf (24) menjadi korban diskriminasi akibat kepercayaannya. Dia dipecat pada 2008 lalu, hanya karena memutuskan berhijab.
Elauf menggugat Toko Pakaian Abercrombie Kids, Tulsa, Oklahoma pada
2008, karena ditolak bekerja dengan alasan diskriminatif. Sang
pewawancara menyebut toko mereka tidak bisa mempekerjakan perempuan yang
memakai hijab.
Di tingkat Pengadilan Federal, Elauf menang dan mendapat kompensasi
USD 20 ribu. Gugatan wanita keturunan imigran muslim ini turut didukung
warga Kristen, Yahudi, dan Sikh yang diperlakukan diskriminatif saat
melamar pekerjaan di perusahaan tertentu.
Dalam sidang awal pekan ini, Elauf kembali menang di Mahkamah Agung AS.
0 Response to "Lima [ 5 ] Cerita Nestapa Jadi Muslim di Amerika Serikat"
Post a Comment