*
Seperti pada kisah Menolak Tawaran Rp. 500 juta untuk Seekor Burung Gagak dan Andai Semua Mubaligh Seperti Ini, kisah ini juga menimpa sehabat kebanggaan saya, yang kita sebut disini, Ahmad. Dibandingkan kisah sekarang ini, menolak Rp. 500 juta itu tidak seberapa. Ahmad juga sanggup menolak uang cash 5 Milyar. Luar biasa!! Tentu sangat sulit menemukan orang seperti ini zaman sekarang. Tapi, jangan salah orang itu ada. Seperti kisahnya yang lain, kisah ini mudah-mudahan menjadi renungan, pelajaran dan hikmah bagi kita semua. Marilah kita mengambil hikmah dan keteladanan atas kemuliaan seseorang yang kita belum sanggup seperti itu.
Seperti pada kisah Menolak Tawaran Rp. 500 juta untuk Seekor Burung Gagak dan Andai Semua Mubaligh Seperti Ini, kisah ini juga menimpa sehabat kebanggaan saya, yang kita sebut disini, Ahmad. Dibandingkan kisah sekarang ini, menolak Rp. 500 juta itu tidak seberapa. Ahmad juga sanggup menolak uang cash 5 Milyar. Luar biasa!! Tentu sangat sulit menemukan orang seperti ini zaman sekarang. Tapi, jangan salah orang itu ada. Seperti kisahnya yang lain, kisah ini mudah-mudahan menjadi renungan, pelajaran dan hikmah bagi kita semua. Marilah kita mengambil hikmah dan keteladanan atas kemuliaan seseorang yang kita belum sanggup seperti itu.
Kisah ini terjadi tahun 2006 di Bandung ketika Ahmad tidak lama baru
pulang dari perjalannnya 4 tahun mengembara menjadi mushafir dalam
pengertian yang sesungguhnya. Ia berjalan kaki ke seluruh Indonesia
tanpa bekal sedikitpun. Perintah mengembara itu datang dari seseorang
yang datang dalam bayangan ketika Ahmad berada dipuncak penderitaan
hidupnya. Tapi, hingga 5 tahun sejak mulai mengembara, Ahmad tidak juga
kenal siapa orang itu, wajahnya pun tidak jelas. Tujuan perintahnya pun
tidak tahu.
Pokoknya, orang tua yang berjubah putih dan berwibawa itu
menyuruhnya pergi dari rumahnya dan berjalan kaki mengembara tidak tahu
kemana dan untuk berapa lama. Seperti Nabi Ibrahim yang yakin bahwa
perintah menyembelih anaknya Ismail datang dari Tuhan, Ahmad pun yakin
itu perintah yang harus dilaksanakan. Apalagi ia sedang berada dalam
puncak penderitaannya.
Dan ia pun selesai melaksanakan tugas itu dengan
tentu segudang pengalaman selama di perjalannya. Sebuah pengalaman
spiritual yang dahsyat. Tidak aneh, kalau Ahmad yang tadinya orang
biasa-biasa, tidak berkualitas, bahkan pernah terjerumus pada rusaknya
pergaulan dan kejahatan, kemudian berubah total dan memiliki banyak
sekali kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki orang biasa. Kini Ahmad
adalah seorang penasehat yang menyentuh pada siapa saja yang
memerlukannya dan jama’ah pengajiannya sudah ribuan.
Banyak keanehan, keajaiban dan misteri yang ia alami selama
pengembaraannya, diantaranya, yang akan saya ceritakan ini. Dalam
sebuah perjalanan, Ahmad diberi sebuah batu kecil berwarna merah oleh
seorang tua yang tak dikenalnya. Sebelumnya, ia tidak tahu sedikitpun
itu batu apa. Karena tidak tahu, ia simpan saja dan tidak pernah
memikirkannya.
Dari obrolan dengan beberapa orang yang ia kenali dan
ajak ngobrol di perjalanannya, ia diberitahu bahwa itu adalah batu Merah
Delima. Ia diberitahu juga keistimewaan-keistimewaan batu itu. Tapi ia
tetap tak memikirkannya. Pokoknya, itu pemberian dan ia menyimpannya
sebagai kenangan dari orang tua misterius itu. Tapi, pikirannya kemudian
terpengaruh juga. Ia penasaran ingin mencoba keanehan batu itu seperti
diceritakan orang-orang kepadanya.
Suatu hari, Ahmad menjajarkan beberapa gelas bening dan semuanya
diisi air putih. Pada gelas yang pertama ia memasukkan batu kecil itu.
Ia kaget luar biasa, semua air dalam gelas-gelas yang berjejer itu
menjadi merah warnanya. Unik juga, pikirnya. Masih penasaran, ia mencoba
juga seperti dikatakan orang-orang kepadanya. Suatu saat, ia masuk ke
sebuah kolam yang airnya kehijau-hijauan. Kemudian ia mencelupkan batu
itu dengan tangannya. Ajaib, ia kaget luar biasa. Tiba-tiba, seluruh
kolam menjadi merah oleh pengaruh batu itu. Ahmad baru percaya itu bukan
batu sembarangan. Lalu Ahmad berfikir-fikir, orang tua itu siapa? Dan
apa maksudnya memberikan batu sakti itu kepadanya?
Selama di perjalanannya mengembara, Ahmad selalu berusaha menjaga
tauhid dan keimanannya kepada Allah. Ia pun tidak ingin hatinya
terpengaruh oleh batu itu. Merah delima itu hanyalah batu. Ia tidak
ingin melebih-lebihkannya dan ia pun menganggapnya biasa-biasa saja.
Ahmad sadar betul, imannya tidak ingin rusak. “Yang hebat itu Allah
bukan batu itu,” begitu yang ada dalam pikirannya. Ia takut sekali
terjerumus pada sikap syirik karena mengagungkan batu itu. Ahmad pun
bersikap biasa saja, ia menyimpan batu itu dalam sebuah kotak korek api
dan tidak mengingat-ingatnya.
Suatu hari di tahun 2006, entah tahu dari mana, datang utusan seorang
pengusaha di Jakarta mengontaknya dan mengetahui bahwa ia mempunyai
batu merah delima yang ternyata banyak dicari-cari orang itu, dan konon
harganya sangat mahal. Pengusaha itu tertarik untuk membelinya. Ia ingin
bertemu dan melihat-lihat batu itu. Dalam hatinya, Ahmad tidak berniat
menjualnya tapi ia ingin tahu apa keinginan mereka.
Bertemulah mereka di
sebuah tempat di Bandung. Datanglah dua mobil utusan pengusaha itu.
Salah seorangnya adalah tentara dengan membawa pistol. Utusan itu
mengatakan, bosnya di Jakarta ingin membeli batu itu tapi ingin menguji
dulu keasliannya. Dalam pertemuan itu disepakatilah, batu itu diminta
dibawa dulu ke Jakarta oleh rombongan dan, sebagai jaminan, Ahmad diberi
uang perkenalan Rp. 2 juta.
Bila jadi dibeli, mereka akan kembali lagi
membawa cash 5 milyar. Bila tidak jadi, batu akan dikembalikan dan uang 2
juta milik Ahmad. Karena sejak awal, Ahmad memang tidak
mengagung-agungkan batu itu, ia ringan saja mempersilahkan dan ia
bersyukur mendapat uang Rp. 2 juta. Berangkatlah rombongan itu ke
Jakarta. Ahmad pun pulang ke rumahnya dengan riang.
Sesudah sekitar dua jam perjalanan, rombongan yang sedang di
perjalanan menuju Jakarta itu mengakui kaget. Ia menelpon Ahmad dan
menyatakan batu itu hilang dari mereka. Ahmad kaget juga. Jangan-jangan
mereka menipu. Penasaran, ia mengambil kotak korek api tempat batu itu
di laci mejanya. Lho? Ia juga kaget, batu itu ada di kotak korek itu
lagi. Begitu memberitahu batu itu ternyata ada dikotaknya lagi,
rombongan itu berjanji akan datang lagi dalam waktu dua hari. Mereka
ingin bertemu lagi di tempat yang sama. Ahmad hanya terheran-heran
dengan kejadian itu.
Setelah dua hari benarlah rombongan itu datang lagi. Setelah bertemu,
akhirnya batu itu diuji keasliannya oleh mereka di tempat itu juga.
Awalnya, batu itu ditaruh di dekat beberapa ekor ayam dengan ditaburi
beras didekatnya. Aneh, tak satu pun ayam berani mendekatinya. Kemudian,
salah seorang dari rombongan itu, tentara yang membawa pistol, membuat
skenario.
Sambil basa-basi, ia meminta Ahmad memegang batu itu dan
mengatakan mungkin cocok untuk dibeli. Ketika batu dipegang Ahmad,
tiba-tiba si tentara mengambil pistolnya dan ditembakkan ke arah dada
Ahmad di depan kumpulan orang-orang: “Doorr ….!” Suara letusan senjata kerasa sekali. Mereka kaget, Ahmad tidak apa-apa. Peluru itu mental dan tidak menembus dadanya.
Tapi Ahmad, benar-benar kaget luar biasa dibuatnya. Ia sama sekali
tidak menyangka dan sangat kaget seberani itu mereka menembak dirinya.
Mereka tidak berfikir bagaimana bila ia mati? Ahmad merasa dipermainkan
dan ia tersinggung dengan cara seperti itu. Mereka bermain-main dengan
nyawa orang. Ahmad tidak terima dan terjadilah keributan. Ahmad
marah-marah dan membentak mereka semua. Rombongan berusaha menjelaskan
bahwa itu adalah caranya menguji keaslian batu merah delima yang
terkenal istimewa dan memiliki kekuatan itu. Ahmad tetap tidak terima
diperlakukan seperti itu. “Bagaimana kalau saya mati??!! Goblok! seenaknya saja kamu!”
Melihat Ahmad tidak terima dan marah, rombongan itu ketakutan. Mereka
berusaha menenangkannya. Tentara itu kena bogem mentah Ahmad dan
terjungkal ke tanah. Beberapa orang itu terus berusaha menenangkan
Ahmad. Akhirnya, mereka membawa Ahmad ke dalam mobilnya. Di dalam mobil
mereka memperlihatkan gepokan uang sangat banyak dalam dua buah koper
besar. Mereka mengatakan percaya batu itu adalah asli dan berniat
membelinya seharga Rp. 5 miliar sebagai perintah dari bosnya, seorang
pengusaha Cina di Jakarta. Bila Ahmad tidak percaya dengan keaslian uang
itu mereka siap mengurusnya melalui bank.
Ternyata, ini yang diluar dugaan mereka, uang banyak itu tidak
sedikit pun mempengaruhi Ahmad. Mereka tidak berhasil meredam kekesalan
Ahmad yang merasa dilecehkan dengan memainkan nyawa orang. Ia tetap
marah karena ia merasa dirinya tidak memiliki keistimewaan apa-apa.
Bagaimana bila ia mati beneran? Sambil membentak, ia memutuskan batu
tidak akan dijual. Ia tidak tertarik dengan uang itu. Ahmad membentak: “Pergi kamu semua dan bawa lagi uang itu. Saya tidak butuh!” Mereka
memaksanya karena sangat menginginkannya.
Mereka agak memaksa dan
bicara soal uangnya yang sudah ada di mobil. Terjadi keributan lagi.
Ahmad tetap tidak mau. Ia menilai aneh dan tidak wajar sebuah batu akan
dibeli milayaran rupiah padahal batu itu ia anggap biasa-biasa saja dan,
bukan apa-apa. Tapi, Ahmad tahu batu akan dibeli sebagai azimat. Sambil
memarahi, Ahmad mengusir mereka. Mereka terus mendesak. Karena terus
dipaksa-paksa, Ahmad tiba-tiba melakukan atraksi yang mengagetkan mereka
semua dan ia sendiri tidak merencanakannya.
“Niih … lihat, daripada kamu semua maksa-maksa terus saya menjual batu ini, niih… lihaat … lihaat oleh kamu semua!! Ahmad membuka mulutnya dan “clup!” batu itu dimasukkan dan menelannya.
“Sekarang kamu mau apa hah? Pulang kamu semua!! Cepaat… sebelum saya
lebih marah lagi..!! Cepaat.. saya tidak takut oleh kamu semua!!”
Orang-orang
itu pada kaget, kebingungan melihat batu yang sangat berharga itu
ditelan. Ini benar-benar luar biasa. Mungkin dalam pikiran mereka, orang
ini sudah tidak mempan ditembak, batunya ditelan lagi. Mereka semakin
takut dan akhirnya rombongan itu masuk mobil dan tancap gas sebelum
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka kabur dan kembali ke
Jakarta dengan nihil.
Ketika Ahmad menceritakan peristiwa ini, saya tentu tidak mengerti
dan sangat menyesalkannya. Sambil terheran-heran saya bertanya, mengapa
ia tidak menjualnya. Dengan uang itu, kita bisa berbuat amal yang
banyak: menyumbang, membangun masjid, membuat sekolah, naik haji
sekeluarga dan menghajikan orang tua selain membeli rumah yang bagus,
mobil dll. Tapi, Ahmad hanya menjawab pendek: “Dari cara seperti itu?! Dari uang hasil begitu? Gak akan bener Kaang ..!!” Jawaban itu tanpa ekspresi penyesalan sedikitpun. Jawaban yang membuat saya merenung dan berfikir.
Tapi, diam-diam saya menemukan kebenaran pada sikapnya. Setelah
merenung, akhirnya saya pun setuju dan membenarkannya. Hati saya
mengatakan:
“Inilah orang kaya yang sesungguhnya. Orang kaya sejati
adalah orang yang tidak ditaklukan oleh keinginan-keinginan dan
angan-angan. Kekayaan hatinya dan kebesaran jiwanya telah
menganggap kecil kekayaan dunia. Sedangkan orang-orang yang selalu sibuk
mencari uang, sudah kaya dan terus ingin menambah kekayaannya karena
selalu merasa kurang, justru itulah orang-orang miskin. Kemiskinan
mental dan jiwanya menyebabkan mereka tak pernah puas mencari kepuasan
dan kesenangan duniawi.”
Saya bersyukur didekatkan dengan orang
kaya yang sebenarnya ini. Saya pun mengubur harapan bahwa ia akan
membayar utang-utannya da utang saya juga atau membelikan saya ini itu
dari uang itu. “Mari kita cari dari cara yang berkah, sobat!” kata
Ahmad. Setelah peristiwa itu, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan
dan bulan, tahun demi tahun, Ahmad tidak pernah membahas peristiwa itu.
Ia melupakan telah “membuang” uang begitu besar. Batu itu hingga kini
masih meraga dalam tubuhnya. Entah bagaimana akhirnya. Wallahu’alam!
0 Response to "[ Kisah Nyata ] Mengagumkan, Menolak Batu Merah Delimanya Dibeli Cash Rp. 5 Milyar"
Post a Comment