Hari itu, Abdullah bin Abbas kedatangan seorang tamu laki-laki. Seperti
dikutip dari kisahhikmah, selepas bertemu, laki-laki itu bertanya, “Hai
Abdullah bin Abbas, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah Ta’ala
dalam surah ad-Dukhan ayat 29?” Allah Ta’ala berfirman, “Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.” (Qs. ad-Dukhan [44]: 29)
Istimewa
Lelaki itu melanjutkan tanyanya, “Maka apakah langit dan bumi dapat menangisi kematian seseorang?”
“Ya,” jawab Abdullah bin ‘Abbas, “sesungguhnya tiada seorang makhluk pun, melainkan mempunyai pintu di langit.”
Dari pintu di langit itu, “Diturunkan rezeki seorang makhluk dan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan.” Pintu langit itu akan tetap terbuka hingga seseorang wafat. Jelas Abdullah bin Abbas, “Maka apabila seorang mukmin meninggal dunia, pintunya di langit-tempat naiknya amal dan turunnya rezeki-ditutup.”
Sebab ditutup itulah, “Langit merasa kehilangan,” lanjutnya menerangkan, “sehingga langit menangisinya.”
Selain pintu di langit tempat turunnya rezeki dan naiknya amal shaleh yang ditutup, merasa kehilangan, kemudian menangis, ada pula tempat di bumi yang merasakan hal serupa.
“Dan,” terus Abdullah bin Abbas, “tempat dia biasa mengerjakan shalatnya di bumi, serta tempatnya biasa berdzikir kepada Allah Ta’ala,” kesemuanya itu, “merasa kehilangan,” sehingga, “bumi pun menangisinya.”
Terkait penafsiran ayat 29 surah ad-Dukhan ini, Abdullah bin Abbas melanjutkan, “Sesungguhnya kaum Fir’aun tidak mempunyai jejak-jejak yang baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah Ta’ala.” Karenanya, “Langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka.”
Betapa mulianya orang beriman, yang kematiannya saja ditangisi langit dan bumi. Masih dalam rangkaian penjelasan tafsir yang dikutip Imam Ibnu Katsir ini, Imam Mujahid menyampaikan salah satu pendapat yang dikutip Abdullah bin Abbas dari sebuah sumber bahwa bumi menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari.
Mujahid pun bertanya, “Apakah bumi dapat menangis?” Abdullah bin Abbas menjawab, “Apa engkau merasa heran? Mengapa bumi tidak menangisi kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk dan sujud pada-Nya?” Pungkasnya seraya bertanya retoris, “Dan mengapa langit tidak menangisi kematian seorang hamba yang takbir dan tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?”
“Ya,” jawab Abdullah bin ‘Abbas, “sesungguhnya tiada seorang makhluk pun, melainkan mempunyai pintu di langit.”
Dari pintu di langit itu, “Diturunkan rezeki seorang makhluk dan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan.” Pintu langit itu akan tetap terbuka hingga seseorang wafat. Jelas Abdullah bin Abbas, “Maka apabila seorang mukmin meninggal dunia, pintunya di langit-tempat naiknya amal dan turunnya rezeki-ditutup.”
Sebab ditutup itulah, “Langit merasa kehilangan,” lanjutnya menerangkan, “sehingga langit menangisinya.”
Selain pintu di langit tempat turunnya rezeki dan naiknya amal shaleh yang ditutup, merasa kehilangan, kemudian menangis, ada pula tempat di bumi yang merasakan hal serupa.
“Dan,” terus Abdullah bin Abbas, “tempat dia biasa mengerjakan shalatnya di bumi, serta tempatnya biasa berdzikir kepada Allah Ta’ala,” kesemuanya itu, “merasa kehilangan,” sehingga, “bumi pun menangisinya.”
Terkait penafsiran ayat 29 surah ad-Dukhan ini, Abdullah bin Abbas melanjutkan, “Sesungguhnya kaum Fir’aun tidak mempunyai jejak-jejak yang baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah Ta’ala.” Karenanya, “Langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka.”
Betapa mulianya orang beriman, yang kematiannya saja ditangisi langit dan bumi. Masih dalam rangkaian penjelasan tafsir yang dikutip Imam Ibnu Katsir ini, Imam Mujahid menyampaikan salah satu pendapat yang dikutip Abdullah bin Abbas dari sebuah sumber bahwa bumi menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari.
Mujahid pun bertanya, “Apakah bumi dapat menangis?” Abdullah bin Abbas menjawab, “Apa engkau merasa heran? Mengapa bumi tidak menangisi kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk dan sujud pada-Nya?” Pungkasnya seraya bertanya retoris, “Dan mengapa langit tidak menangisi kematian seorang hamba yang takbir dan tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?”
(Melda)
sumber
0 Response to "Bumi dan Langit pun Menangis Selama 40 Hari"
Post a Comment