[ Analisis ] Sebaiknya Anda Tahu : Inilah Generasi Didikan Sinetron

remaja ikhwan matahari sunset sunrise gaya
Oleh: Rina Yunita

MUDA merupakan ujung tombak peradaban. Di tangan generasi muda inilah kebangkitan/kemajuan suatu peradaban dipertaruhkan. Bila generasi mudanya berakhlak mulia dan berkualitas, maka peradaban yang dihasilkan akan maju dan memiliki pemimpin yang kuat dan amanah. Namun, bila generasi mudanya rusak dan berakhlak rendah, maka peradaban yang mereka pimpin ke depannya pun akan rusak dan terpuruk. Oleh karena itu, penting bagi kita khususnya dan negara ini umumnya untuk memiliki generasi muda yang berkualitas secara pemikiran maupun moralnya agar peradaban yang dihasilkan nanti juga maju.

Sayangnya, fakta di masyarakat menunjukkan bahwa generasi muda kita yang banyak menyebutnya sebagai “ababil” alias ABG labil mulai kehilangan kualitasnya. Kita bisa melihat perbedaan antara remaja zaman dulu dengan remaja zaman sekarang. Apa perbedaannya? Remaja zaman dulu masih memegang erat aturan agama dan etika pergaulan sedangkan remaja zaman sekarang sudah mulai menjauh dari norma-norma keseharian, baik di dalam keluarga maupun masyarakat.


Hal yang demikian bisa terjadi karena banyak faktor. Salah satunya karena era globalisasi saat ini yang memungkinkan arus informasi masuk ke dalam negeri ini tanpa adanya filter. Sejalan dengan masuknya informasi dari berbagai negara, ide-ide dan gaya hidup negara-negara tersebut pun akhirnya tak terbendung lagi. Ide-ide dan gaya hidup mereka masuk dengan mudahnya melalui apa yang disebut 4F, yaitu Food, Fun, Film and Fashion. Dan ke-4F sebagai gaya hidup barat ini mudah kita dapati hari ini di rumah-rumah kita, yaitu melalui kotak elektronik alias televisi. Berbagai macam hiburan bisa kita lihat di televisi dan sinetron adalah yang paling banyak digemari disamping acara musik dan infotainment oleh generasi muda kita. Hal ini ditunjukkan dalam sebuah penelitian Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah NTT Mutiara Mauboy mengatakan sebanyak 81% anak di provinsi kepulaun itu menghabiskan waktunya setiap hari menonton televisi bersegmen hiburan dan sinetron.

Sinetron memang memiliki daya tarik luar biasa terhadap penontonnya. Penonton yang kebanyakan adalah remaja yang larut ke dalam cerita suatu sinetron, baik sinetron lokal, maupun dari luar semisal drama korea, sinetron india atau serial dari turki disadari atau tidak telah dijadikan sebagai teladan dalam menjalani kehidupan mereka. Perlu diakui bahwa perubahan ke arah yang lebih baik yang ditawarkan, dengan meninggalkan keburukan. Namun faktanya adalah perubahan kearah keburukan pun tak kalah dominan. Inilah bentuk penjajahan pemikiran yang diperkenalkan sinetron. Perhatikan saja konten sinetron-sinetron yang merajai pertelivisian Indonesia saat ini. Jika mau jujur sama sekali tidak ada sinetron yang berbau pendidikan melainkan sedikit saja. Budaya dan gaya hidup barat yang ditawarkan sinetron seperti kebebasan bertingkah laku, bergaul bebas, konsumtif, hedonis, serba permissive dan materialis sudah menjadi makanan sehari-hari. Generasi muda kita pun tanpa disadari terpengaruh dan mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam sinetron-sinetron tersebut. Mulai dari gaya bicara, berjalan, berpakaian, bergaul, sampai gaya hidup yang jauh dari norma pun diikuti hanya demi mengikuti sang idola. Hal ini akan berdampak luas bagi masyarakat terutama para generasi muda kita.

Komisi Penyiaran Indonesia beberapa waktu lalu memberikan teguran kepada sinetron berlatar belakang klub motor yang saat ini digandrungi oleh para remaja Indonesia yang para pemainnya ganteng dan macan (manis cantik). Teguran oleh KPI ini karena di beberapa episode penayangan 26, 27, 28, 31 Deseber 2015 dan 3 Januari 2016 terdapat adegan yang tidak layang tayang karena menayangkan kekerasan dan sensual (Bintang.com). KPI menemukan adegan seorang remaja perempuan mencium pipi pasangannya dan juga adegan perkelahian antar geng motor. Selain itu, KPI juga menemukan kata-kata negatif yang berpotensi ditiru oleh penonton yang kebanyakan remaja ini.

Masyarakat sendiri bisa melihat bahwa apa yang ditawarkan oleh sinetron-sinetron yang tayang kebanyakan menayangkan tentang percintaan, pacaran, perselingkuhan, gaya berpakaian ala barat, iri dengki, balas dendam, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu dan bahkan bisa menginspirasi para penontonnya memiliki penyimpangan sosial yang sedang marak dibicarakan seperti LGBT yang tidak layak contoh. Hal ini akan berdampak kepada para remaja yang notabenenya pada masa usia mereka membutuhkan keteladan dari banyak pihak termasuk dari media yang mereka tonton. Keteladanan ini mampu membentuk kepribadian dan akhlak para remaja. Bila teladannya saja sudah salah, maka kepribadian dan akhlak yang terbentuk pun salah. Bila yang menjadi teladan adalah tokoh sinetron, maka bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi pada remaja kita. Sifat tokoh sinetron tersebut akan menjadi pemikiran yang kemudian berpengaruh pada tingkah lakunya dan bila perilaku tersebut terbentuk menjadi kebiasaan bisa dipastikan akan sangat sulit mengubahnya.
+++

GENERASI pecinta sinetron inilah yang dihasilkan oleh sinetron-sinetron yang beredar di Indonesia. Mereka menjadi pembebek dan dengan mudahnya mengikuti life style yang dicontohkan tokoh-tokoh didalamnya. Di tengah gempuran arus globalisasi seperti saat ini, ternyata peran keluarga, pendidik, masyarakat dan negara dirasakan sangat minim. Dalam keluarga, ibu sebagai pendidik pertama dan utama bekerjasama dengan ayah untuk mendidik dan membangun kepribadian sang anak. Guru di sekolah juga tidak kalah pentingnya dalam mengarahkan peserta didiknya untuk bisa membentuk kepribadian anak.

Di dalam masyarakat ada sikap saling beramar ma’ruf sesama tetangga sehingga tercipta lingkungan pergaulan yang kondusif bagi perkembangan kepribadian anak. Kemudian negara dengan kekuasaannya berupaya untuk menjaga generasi mudanya salah satunya dengan cara membendung informasi yang bisa menjerumuskan para generasi muda termasuk penayangan sinetron-sinetron yang dianggap bisa berdampak negatif kepada pembentukan kepribadian generasi tadi. Namun sayang, faktanya banyak keluarga yang tidak tahu bagaimana mendidik buah hati mereka. Disisi lain masyarakat yang seharusnya mengawasi acuh tak acuh dan negara pun ternyata tidak sanggup memfilter tayangan yang ada.

Mengapa hal yang demikian bisa terjadi? Kenyataan di atas terjadi tiada lain karena negara menerapkan sistem sekuler-demokrasi yang berdiri di atas pilar-pilar kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan. Demokrasi berdiri atas dasar 4 kebebasan, yaitu kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi dan kebebasan kepemilikan. Tayangan sinetron yang kebanyakan tidak mendidik dibiarkan bebas atas dasar kebebasan berekspresi tersebut sekaligus ide-ide dan gaya hidup yang coba disampaikan. Disini negara gagal dalam menjaga masyarakatnya terlebih generasi mudanya dari ide dan gaya hidup yang berasal dari barat tersebut. Padahal Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim yang seharusnya memiliki kepribadian islami. Namun, faktanya jauh dari islami.

Untuk mengatasi dampak buruk dari informasi dan tayangan-tayangan yang sebelumnya sudah dijelaskan, satu-satunya solusi adalah Islam. Islam bukan hanya sekedar agama yang mengajarkan tata cara ibadah ritual, tetapi juga agama yang mengatur semua urusan kehidupan manusia. Dalam Islam terdapat peraturan pergaulan yang melarang pergaulan bebas alias sex bebas, pacaran dan sebagainya. Sistem pendidikannya ketika diterapkan dapat mewujudkan generasi dan masyarakat yang bertakwaSistem Islam akan mampu mengendalikan itu semua dan menjadikan generasi muda, keluarga, masyarakat dan negara yang bertakwa dan berkepribadian islami. Wallahua’lam

Sumber :islampos.
Silakan share jika bermanfaat >>>

0 Response to "[ Analisis ] Sebaiknya Anda Tahu : Inilah Generasi Didikan Sinetron"